Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Syaiful Bahri Anshori mempertanyakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI (Wapang) yang akan diangkat dalam waktu dekat ini melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI.
Berdasarkan Perpres ini, jabatan wakil panglima TNI ditujukan untuk perwira tinggi dengan pangkat jenderal atau bintang empat. Wakil Panglima merupakan koordinator pembinaan kekuatan TNI guna mewujudkan interoperabilitas/Tri Matra Terpadu, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada panglima TNI.
Sesuai perpres tersebut, tugas Wakil Panglima meliputi 4 hal. Yakni membantu pelaksanaan tugas harian Panglima, memberikan saran kepada Panglima terkait pelaksanaan kebijakan pertahanan negara, melaksanakan tugas Panglima apabila Panglima berhalangan sementara dan/atau berhalangan tetap dan terakhir yaitu melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Panglima.
“Yang perlu dipertanyakan apakah pengangkatan Wapang TNI ini sesuai dengan UU? Kalau tidak perlu, kita kritisi apakah pengangkatan ini berdasarkan kebutuhan atau ada hal lain. Misalnya karena berdasarkan pemerataan atau bagi jabatan atau mungkin karena ada faktor yang lain lagi,” ujar Syaiful Bahri Anshori saat dihubungi di Jakarta, Minggu (10/11/2019).
Lebib lanjut Syaiful Bahri faktor lain yang dimaksud yakni misalnya karena surplus perwira tinggi. “Kalau memang berdasarkan kebutuhan pemerintah mampu menjelaskan kepada masyarakat terutama parlemen tentang kebutuhan tersebut. Karena surplus perwira tinggi ini yang menurut saya harus didiskusikan kenapa sampai surplus perwira? Bukankah sebelumnya sudah ada perencanasn yang matang? Apalagi TNI itu terkenal baik dalam perencanaan,” katanya.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur ini menjelaskan Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden terakhir yang pernah memiliki jabatan Wakil Panglima TNI. Pada tahun 2000, jabatan wakil Panglima TNI dihapuskan oleh Gus Dur. Dengan demikian, jabatan itu hanya bertahan selama dua tahun sejak diaktifkan kembali oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1999.
“Seperti yang saya katakan bahwa lembaga Wapang TNI pernah terjadi pada masa Gus Dur menjadi Presiden. Itu pun hanya sebentar,” ungkapnya.
Seperti dikutip dari kompas.com, alasan Gus Dur menghapus jabatan Wakil Panglima TNI itu sebagai upaya perampingan dan efisiensi di jajaran TNI. Keputusan penghapusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 65/TNI/2000 tangal 20 September 2000 yang ditandatangi oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
Dengan keluarnya Keppres itu, Jenderal Fachrul Razi yang menjabat sebagai Wakil Panglima TNI pun diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. Dalam Keppres juga disebutkan bahwa Presiden Gus Dur menyampaikan terima kasih atas tugas yang telah diemban oleh Fachrul Razi.
Syaiful Bahri Anshori yang juga anggota Badan Legislasi atau Baleg DPR ini juga mengungkapkan bahwa dirinya belum mendengar tentang Wapang TNI di bicarakan dengan Komisi I DPR. Apalagi, sebutnya, Komisi I DPR sudah mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto namun tidak membicarakan Wapang TNI secara spesifik.
Oleh karena itu Syaiful Bahri menegaskan agar tidak terjadi pertanyaan dan polemik di masyarakat, pemerintah atau Presiden Jokowi harus menjelaskan kepada masyarakat kenapa harus ada Wapang TNI. Apabila hal itu tidak dilakukan, ia khawatir ada tafsir yang macam-macam yang ujungnya kepercayaan masyarakat terhadap presiden semakin menurun.
“Ini yang kurang baik, sementara ini adanya Wapang TNI ini hanya untuk bagi posisi dan menyenangkan kelompok-kelompok tertentu saja. Mudah-mudahan penafsiran yang seperti ini tidak benar. Untuk itu segera Presiden menjelaskan kepada masyarakat agar masyarakat tidak bertanya-tanya lagi,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby