Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua DPP PPP Bidang Isu Strategis, Syamsurizal menyatakan idealnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) direvisi setelah pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
Hal itu ia katakan menanggapi polemik agar Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.
Menurutnya, idealnya UU Pemilu baru dapat diusulakan untuk di revisi setelah melihat pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
“Setelah kita dapat masukan dari penyelenggaraan Pemilu/Pilkada 2024,” kata Syamsurizal saat dihubungi, Minggu (31/1/2021).
Lebih lanjut Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengatakan apabila hasil dari pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 berjalan dengan baik, maka UU Pemilu tidak perlu direvisi.
Pasalnya, tambah dia, PPP memiliki keinginan agar UU Pemilu tidak direvisi setiap 5 tahun sekali atau menjelang Pemilu.
“Kalau hasilnya baik-baik saja, kenapa kita setiap Pemilu kita rubah UU. Kita berkeinginan berjalan 10-15 tahun minimal. Setelah ini baru evaluasi,” ungkapnya.
Sebelumnya, Syamsurizal mengungkapkan beberapa alasan sikap partainya menolak RUU Pemilu yang saat ini dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Pertama, UU Pemilu yang saat ini baru berusia tiga tahun yang dinilai Syamsurizal masih layak dipergunakan untuk Pemilu 2024. Begitu juga, lanjutnya, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur ada Pilkada serentak pada 2024.
“Masa belum di uji sudah dirombak? Ini menjadi sesuatu yang tidak baik, preseden buruk. Ini yang PPP tidak mau. Ini alasan yang paling penting,” tegas Syamsurizal.
Kedua, point-point dalam draf RUU Pemilu seperti ingin menggabungkan UU Pemilu dengan UU Pilkada, perubahan sistem pemilihan dari proporsional terbuka ke tertutup, kenaikan ambang batas parlemen dan pemilihan presiden, kata Syamsurizal, seluruhnya memerlukan perdebatan atau diskusi yang lama.
“Karena kita punya 9 partai politik/fraksi di DPR, ini payah sekali kita akan menyatukannya,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR ini.
Belum lagi, tambahnya, draf RUU Pemilu mengatur larangan mantan anggota organisasi terlarang seperti HTI, FPI, PKI, dilarang ikut Pemilu. Menurutnya, hal itu juga bakal menjadi polemik di masyarakat dan juga membutuhkan waktu diskusi yang lama di DPR. Sementara, kondisi perpolitikan di Indonesia saat ini sedang baik.
“Itu kan disaat seperti ini tidak baik. Saat ini kondisi sudah baik, tinggal kita konsentrasi pada penanganan Covid,” ujar legislator asal Riau ini.
Sekedar informasi, dari 9 fraksi di DPR, terdapat tiga fraksi yang tegas menolak membahas RUU Pemilu, yakni PDIP, PAN dan PPP. Tiga fraksi sepakat RUU ini dibahas, yakni NasDem, PKB dan Partai Demokrat.
Sementara, tiga fraksi lainnya belum menyatakan sikap, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra dan PKS. (Bie)