Jakarta, JurnalBabel.com – Presiden Joko Widodo marah pada para menteri dan pimpinan lembaga negara karena tidak maksimal bekerja di saat pandemi Covid-19. Kejadian itu terjadi saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni 2020 lalu, tetapi rekaman video sidang itu baru dipublikasikan dalam akun Youtube Sekretariat Presiden pada Minggu, 28 Juni 2020.
Salah satu Kementerian yang disoroti Presiden Jokowi ialah Kementerian Kesehatan yang dianggap serapan anggarannya rendah, baru 1,53 persen dari total 75 T.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher menilai kemarahan Presiden ini sangat terlambat. “Kenapa Presiden baru jengkel sekarang? sejak lama saya sudah sampaikan bahwa Presiden harusnya turun langsung memimpin orkestrasi penanganan Covid-19,” kata Netty dalam keterangan medianya, Senin (29/06/2020).
Menurut Netty Aher, ada banyak persoalan di lapangan yang harus diselesaikan dengan menggunakan leadership power presiden.
“Saat ini masyarakat menyaksikan bahwa penanganan pandemi sangat lambat, tidak terkoordinasi dengan baik, cenderung sektoral dan birokratis. Bukan hanya soal serapan anggaran, tapi juga soal data, distribusi bansos dan pola komunikasi yang gaduh,” terang Netty.
Selain itu, Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR ini juga menyoroti kebijakan pemerintah yang mewacanakan ekspor APD di tengah belum layaknya APD untuk nakes Indonesia. “Banyak keluhan dari tenaga medis di lapangan, bahwa APD untuk mereka belum layak dan belum tercukupi tapi pemerintah malah mewacanakan untuk mengekspor APD. Ini kan aneh dan tidak nyambung,” katanya.
“Jadi, jika hampir semua kementerian dan lembaga dianggap masih berkinerja kurang atau tidak ada progress, maka harus dicari akar masalahnya, lalu diselesaikan hingga tuntas. Menurut saya ini adalah tanggung jawab Presiden sebagai pemegang mandat pemerintahan tertinggi yang harus memberikan arahan, mengontrol dan mengevaluasi secara ketat sejak awal. Presiden harus tegas dan siap pasang badan untuk melindungi rakyatnya” ujar Netty.
Jika kemudian ada wacana resufle, kata Netty Aher, itu adalah hak prerogatif presiden untuk mengevaluasi dan mengontrol para pembantunya, termasuk Menkes, sepanjang ada ukuran kinerja yang fair dan transparan.
“Jika merujuk pada penyerapan anggaran Kemenkes yang rendah, tentu Presiden harus mengevaluasi juga kinerja Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan Covid-19secara menyeluruh, bukan hanya Menkes mengingat serapan yang rendah ini terkait dengan penanganan Covid-19,” tutup legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat ini. (Bie)
Editor: Bobby