Jakarta, JurnalBabel.com – Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad, menilai memberikan abolisi dan amnesti merupakan hak dari seorang presiden.
Ia pun memberikan apresiasi karena prosesnya dilakukan sesuai dengan aturan konstitusi dan undang-undang, yaitu melalui pertimbangan DPR.
Ia juga menyoroti perbedaan tindak hukum kepada kedua orang tersebut, dimana Thomas Trikasih Lembong diberikan abolisi sementara Hasto Kristiyanto diberikan amnesti.
“Ini perlu diperjelas. Abolisi diberikan kepada Tom Lembong karena dalam persidangan tidak terbukti unsur pidananya, tidak ada mens rea, tapi dikatakan bersalah. Sementara Hasto, yang terbukti unsurnya, maka yang diberikan adalah amnesti, pengampunan. Dan yang menjadi dasarnya adalah keputusan akhir di pengadilan tersebut, walaupun keduanya masih melakukan proses banding,” kata Prof Suparji, Jumat (1/8/2025).
Ia menyampaikan, berdasarkan alasan yang diberikan oleh pemerintah atas keputusan Presiden Prabowo Subianto tersebut, bisa ditafsirkan bahwa kebijakan ini adalah untuk kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Namun, ia mendorong pemerintah untuk mengungkapkan siapa saja penerima amnesti dan abolisi serta menjelaskan kriteria apa saja yang mengikuti penentuan individu penerimanya.
“Hal ini penting, untuk memastikan tidak adanya diskriminasi, agar dipastikan ada equality before the law, suatu kesetaraan di mata hukum, dan juga penting, kedepannya ada kebijakan yang jelas terkait konteks ini, untuk menghindari subjektivitas penafsiran. Jangan sampai ada justifikasi bahwa proses hukum tidak ada gunanya, karena bisa diintervensi oleh kekuatan politik yang besar,” urainya.
Hal ini didasari oleh fakta, bahwa proses hukum kedua kasus ini telah berjalan panjang. Bahkan sudah dalam hitungan tahun. Tapi, kemudian bisa dihapuskan oleh satu kebijakan.
“Harapan saya, kedepannya bagaimana proses penegakan hukum itu di satu sisi harus independen, tapi di sisi lainnya juga harus mempertimbangkan prospek tentang putusan itu. Jangan sampai ada hal seperti ini jangan sampai sia-sia. Jangan sampai juga ini menjadi bargaining, negosiasi politik, yang bisa menjadi preseden. Saya hormati kebijakan ini, tapi ada catatan-catatan untuk perbaikan ke depannya,” kata Prof Suparji.
Ia menekankan kebijakan Presiden ini bukan mengkoreksi putusan pengadilan. Pasalnya, yang bisa mengkoreksi putusan pengadilan hanya
putusan pengadilan yang di atasnya. Kebijakan presiden ini hanya menghapuskan tuntutan tapi bukan kesalahannya.
“Kalaupun nanti kedua orang itu dibebaskan, tapi putusan pengadilannya masih tetap dianggap benar, karena belum ada koreksi dalam proses banding atau kasasi. Amnesti maupun abolisi itu tidak bisa mengkoreksi putusan pengadilan. Ini akan tetap menjadi catatan dalam rekam jejak mereka, karena putusan pengadilan itu tidak dibatalkan,” pungkasnya.