Jakarta, JurnalBabel.com – Dalam pidato saat menghadiri pengukuhan 1.451 hakim tingkat pertama dari seluruh Indonesia di Balairung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto berjanji akan menaikkan gaji hakim secara signifikan.
Persentase kenaikan hakim diputuskan bervariasi dengan kenaikan tertinggi 280 persen untuk hakim dengan golongan paling junior.
Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad, berpandangan kenaikan gaji hakim hanya salah satu instrumen yang bisa meningkatkan integritas seseorang dan mencegah terjadinya korupsi.
Namun, katanya, integritas akan tumbuh dari kesadaran. Artinya, tidak perlu pengawasan, senjata untuk menakuti kalau sudah memiliki kesadaran.
“Jadi soal integritas kembali bagaimana diingatkan secara terus menerus bagaimana dibuat kesadaran dengan baik, direkrut dengan baik, akhirnya tidak perlu pengawasan,” kata Suparji dikutip dari akun youtube kompastv, Sabtu (21/6/2025).
Menurut Prof. Suparji, pengawasan hakim itu sangat lengkap. Mulai dari Badan Pengawas MA, Komisi Yudisial, dari atasannya serta dari masyarakat. Faktanya masih terjadi korupsi.
Ia menekankan, persoalan utama dari korupsi adalah menanamkan nilai-nilai sifat tidak boleh serakah, rakus, dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan.
“Jadi soal kesadaran meskipun kenaikan gaji tidak sepenuhnya melahirkan suatu integritas, karena sebesar apapun gaji itu bisa saja melakukan hal-hal yang tidak baik,” ujarnya.
Selain kesadaran yang bisa memberikan efek jera melakukan korupsi, ungkap Suparji, memberikan hukuman yang seberat-beratnya serta hukuman yang bisa memiskinkan dikaitkan dengan adanya perampasan aset.
“Misalnya kalau hanya hukuman badan menyebabkan mungkin saja masih ada tabungan/simpanan, bisa bertahan hidup di penjara, menjadi tenang dan sebagainya. Maka menjadi penting adalah ada bentuk perampasan aset sehingga menjadi suatu instrumen untuk menjerakan,” ucapnya.
Suparji menambahkan, salah satu penyebab korupsi itu kerakusan bukan soal kebutuhan. Pasalnya, selama ini meskipun ada perbaikan-perbaikan, pada kenyataannya masih terulang terjadinya korupsi.
“Pemberantasan korupsi tidak bisa dikatakan berhasil kalau hanya sebatas bisa menjarakan orang. Kalau tidak berhasil memulihkan keuangan negara, maka tidak bisa dikatakan sepenuhnya berhasil,” pungkasnya.