Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI dari Fraksi PKS, Amin Ak mendesak Kementerian BUMN segera mensosialisasikan kembali rencana pembentukan holding BUMN UMKM antara PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. bersama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan PT Pegadaian.
Amin menilai, kurangnya sosialisasi baik roadmap maupun progres pembentukan holding memunculkan informasi yang simpang siur dan kontraproduktif.
“Sosialisasi yang minim membuat banyak pihak terkait resah dan bertanya-tanya, terutama nasabah kecil yang selama ini terbiasa dan tergantung pada layanan PNM dan Pegadaian. DPR juga kesulitan lakukan pengawasan terhadap proses yang berlangsung,” kata Amin usai menerima aspirasi dari Serikat Pekerja Pegadaian, secara virtual kemarin malam (20/1/2021).
Lebih lanjut Amin mendesak agar proses holding ketiga BUMN tersebut transparan dan tidak dibelokkan menjadi akuisisi atau peleburan. Menurut Amin, strategi akusisi tidak tepat dikarenakan masing-masing perusahaan memiliki intensitas, karakteristik, dan budaya yang berbeda.
Selain itu, lanjut Amin, akusisi itu lebih tepat diberlakukan pada perusahaan yang kondisinya tidak sehat agar menjadi sehat. Sedangkan PNM dan Pegadaian merupakan dua BUMN berkinerja sangat baik, sangat sehat, dan mampu berkontribusi besar bagi penerimaan negara lewat dividen maupun pajak.
Berdasarkan laporan keuangan PT Pegadaian persero, tahun 2019 PT Pegadaian menyetorkan dividen sebesar Rp1,388 triliun, membukukan laba bersih setelah pajak sebesar Rp3,11 triliun, dan nilai ekuitas Rp23,06 triliun. Bahkan di masa pandemi pun masih mampu menunjukan kinerja positif. Berdasarkan laporan per 31 Juni 2020, mampu mencatatkan dividen sementara sebesar Rp1,01 triliun, laba bersih Rp2,78 triliun, dan nilai ekuitas Rp24,21 triliun.
“Logikanya, pembentukan holding ini kan harus menguntungkan semua pihak. Perusahaan yang sudah berkinerja baik seperti PNM dan Pegadaian diharapkan kinerjanya menjadi jauh lebih baik lagi setelah pembentukan holding bukan malah sebaliknya,” ujar Wakil Rakyat asal Jatim IV (Kabupaten Jember dan Lumajang) itu.
Amin menyontohkan holding yang dibentuk pada BUMN perkebunan yang masih mempertahankan misi dan karakteristik bisnis perusahaan masing-masing. Holding diperlukan untuk membangun sinergi dan memperkuat masing-masing perusahaan. Yang sakit dibuat jadi sehat dan yang sehat dibuat lebih baik kinerjanya.
Sementara itu, perwakilan SP Pegadaian, Joko Mulyono mengkhawatirkan pemerintah mengambil pilihan akuisisi dalam proses holding yang menempatkan PNM dan PT Pegadaian menjadi bagian dari BRI. Jika memang tujuannya untuk memperkuat UMKM, jauh lebih baik jika dana kredit yang ada di BRI disalurkan melalui PNM dan PT Pegadaian tanpa perlu mengakuisisi kedua perusahaan yang berbeda karakater dan misi dengan BRI.
“PNM dan Pegadaian itu, 100% kepemilikannya oleh negara. Sedangkan BRI itu perusahaan terbuka, sehingga akuisisi memberi peluang PNM dan pegadaian dimiliki oleh asing. Padahala nasabah Pegadaian dan PNM itu rakyat kecil yang kesulitan likuiditas jangka pendek,” ujarnya.
Perwakilan SP Pegadaian lainnya, Rosyid Hamidi, mengatakan layanan dan produk yang dimiliki Pegadaian itu sangat spesifik dengan kultur nasabah yang berbeda. Basis produk Pegadaian adalah layanan gadai syariah dan konvensional. Pegadaian melayani seluruh lapisan masyarakat kelas atas sampai dengan wong cilik atau pelosok desa.
“Nasabah kami itu mayoritas ibu-ibu rumah tangga. Pinjamannya pun mayoritas mulai dari Rp50 ribu hingga Rp500 ribu. Mana ada bank yang mau berikan kredit sebesar itu?,” tanyanya.
Sebagai perusahaan yang sudah berdiri sejak 1901, Pegadaian juga bagian dari heritage yang harus dipertahankan eksistensinya. Sejak berdiri hingga saat ini, kata Rosyid, Pegadaian telah banyak memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, termasuk melawan lintah darat.
Menurut Rosyid, selama ini Pegadaian tumbuh sebagai perusahaan yang sehat hingga saat ini. Pertimbangan lainnya, proses holding haruslah benar, bukan diperkecil dengan cara diakusisi. (Bie)