Jakarta, JurnalBabel.com – Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi XI DPR dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) membahas Kredit Ultra Mikro (UMi) 2020 serta keberlanjutannya di 2021 belum lama ini di Jakarta, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Anis Byarwati memberikan tanggapannya.
Legislator dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini mengapresiasi peran PIP dalam membantu rakyat kecil terutama pelaku usaha ultra Mikro. Namun, Anis menyayangkan penurunan target jumlah penerima manfaat.
PIP melaporkan pada 2020 dengan alokasi anggaran PIP sebesar Rp1 triliun, penerima manfaat bisa mencapai 1,7 juta debitur. Sementara untuk 2021 ini, penerima manfaat di targetkan hanya sejumlah 1,8 juta debitur dengan alokasi dana dari APBN sebesar Rp2 triliun. Alokasi anggaran yang bertambah 100 persen, namun target penerima hanya bertambah tidak sampai 10 persen.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menyoroti efektifitas dari fasilitas pembiayaan ultra mikro yang dikelola oleh PIP dan disalurkan melalui tiga lembaga keuangan bukan bank, yaitu PT Pegadaian Persero, PT Bahana Artha Ventura dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Karena menurut Anis, sampai saat ini ia belum mendapatkan rujukan yang jelas mengenai kinerja dan dampak dari program UMi.
“Walau pun UMi merupakan alternatif yang lebih fleksibel dibandingkan dengan KUR, yang masih mewajibkan jaminan dari debitur, namun kinerja Lembaga kreditur dan bagaimana dampak yang dirasakan usaha ultra mikro dalam peningkatan kinerja usaha mereka, tetap harus dipantau dan di evaluasi,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/1/2021).
Kemudian, Anis menyoroti tentang temuan hasil uji dampak pembiayaan UMi oleh PIP yang menunjukkan bahwa dari 127 debitur yang berhasil disurvei, terjadi penurunan nilai keekonomian pribadi dan nilai keekonomian usaha. Penurunan nilai keekonomian pribadi terjadi terhadap indikator kepemilikan kendaraan operasional dan rata-rata nilai tabungan 3 bulan terakhir, sedangkan penurunan nilai ekonomi usaha terjadi pada indikator omset usaha dan jumlah tenaga kerja.
Data tersebut menjadi bahan dalam perumusan kebijakan PIP di tahun 2021. Ia mempertanyakan validitas temuan pada 127 debitur itu sebagai cerminan keseluruhan debitur. Anis menilai lebih tepat jika PIP melakukan kajian mendalam tentang 127 debitur itu, sehingga dapat ditarik kesimpulan bagaimana korelasi keterwakilan mereka dari debitur lainnya.
Hal lain yang menjadi catatan Anis, terkait dengan penerima fasilitas dari PIP. Penerima adalah masyarakat kecil, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Pandemic Covid-19 pasti sangat berimbas secara langsung terhadap mereka.
Anis menekankan seharusnya PIP memiliki mekanisme dan langkah agar bisa memberikan fasilitas relaksasi, tetapi juga memastikan bahwa usaha mereka tetap berjalan. Dengan tetap memperhatikan bahwa fasilitas yang diberikan jangan sampai mengganggu kondisi keuangan PIP. Termasuk, PIP juga harus memitigasi resiko yang terjadi dengan penyaluran kredit ultra mikro tersebut.
Terakhir, politisi senior PKS ini mengingatkan mengenai pemberian relaksasi cicilan pokok di masa pandemic untuk 266 ribu debitur atau setara dengan outstanding Rp738 miliar. Anis mengingatkan kesiapan PIP untuk menghadapi pengaruh relaksasi tersebut terhadap kinerja dan kondisi PIP.
Selain itu, Anis juga meminta agar PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Kemenkeu, harus memiliki road map yang jelas. Sehingga bisa di monitor bagaimana capaian kinerja PIP dan sudah sampai mana perjalanannya saat ini. (Bie)