Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum menilai penghentian penuntutan atas beberapa kasus hukum melalui restorative justice, menjadi bukti atas komitmen Jaksa Agung ST Burhanuddin bahwa hukum tidak boleh tajam kebawah tumpul Keatas.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/1/2022), sehubungan dengan penghentian penuntutan terhadap dua tersangka yang masuk wilayah Kejaksaan Tinggi Jambi dengan disaksikan langsung oleh Jaksa Agung di Jambi, Jum’at pekan lalu.
Bukan hanya penghentian kasus penuntutan yang terjadi di Jambi saja, bulan November lalu Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara telah melaksanakan restorative justice terhadap tiga kasus penganiayaan dan pengancaman anak.
Khairul Saleh pun mengapresiasi keputusan penghentian penuntutan atau yang dikenal sebagai restorative justice ini sebagai solusi atas hukum berkeadilan, dimana faktanya keadilan hukum juga bisa didekati melalui terciptanya keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.
“Ini juga membuktikan Jaksa Agung dan jajarannya serius menggunakan kebijakan restorative justice sebagai pendekatan hukum berkeadilan,” kata Khairul Saleh.
Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sangat mendukung keputusan penghentian penuntutan atas dua kasus ini. Apalagi tersangka dan korban adalah warga yang lemah dengan kasus yang masuk kategori lemah pula.
“Ini juga membuktikan tindak lanjut dari komitmen Jaksa Agung bahwa hukum tidak boleh tajam kebawah dan tumpul keatas,” tegasnya.
Pendekatan hukum berdasarkan restorative justice ini, kata Khairul Saleh, di satu sisi merupakan solusi atas terciptanya keadilan hukum yang menjadi komitmen Jaksa Agung RI ST Burhanuddin berdasarkan Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 bahwa hukum hukum tidak lagi tajam ke bawah dan tumpul keatas, tetapi pada sisi lainnya pendekatan restorative justice ini juga rawan penyalahgunaan.
Sebab itu, legislator asal Kalimantan Selatan ini meminta agar jajaran kejaksaan tidak mencederai kehormatan atas kebijakan restorative justice ini.
“Untuk itu syarat-syarat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, wajib dijalankan dengan jujur, objektif dan bermartabat,” katanya. (Bie)