Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto menyatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) memberi ruang pada hakim untuk mengatur putusan disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku di suatu daerah atau mempertimbangkan kearifan lokal.
“Memang tidak secara eksplisit dicantumkan tetapi diberi ruang hakim bisa mempertimbangkan putusannya berdasarkan hukum adat dan kearifan lokal setempat,” ujar Wihadi Wiyanto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
“Artinya tidak satu per satu hukum adat di tulis. Tetapi dalam RKUHP itu diberikan ruang dalam hakim memutuskan apabila kasus berkaitan dengan hukum adat,” lanjutnya.
Dalam draft RKUHP per 28 Agustus 2019 memasukkan pasal-pasal mengenai ketentuan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law.
Pasal 2 ayat (1) RKUHP menyebutkan KUHP tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam ketentuan pidana.
Kemudian Pasal 2 ayat (2) menyebutkan hukum yang hidup dalam masyarakat tetap berlaku di daerah hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam undang-Undang ini, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, serta asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.
Menurut Wihadi, hukum adat yang berlaku di masyarakat atau living law diatur dalam RKUHP karena masih ada hukum adat berlaku di beberapa daerah. Misalnya, perkawinan yang tidak dilandasi surat atau kumpul kebo yang dibeberapa daerah itu tidak menjadi suatu masalah. Lalu perjudian sabung ayam di Bali tidak masalah, namun di daerah lain jadi masalah.
“Hal-hal seperti itu maka diatur diberikan ruang dimana disesuaikan dengan kearifan lokal dan tentu diatur dengan peraturan daerah atau perda nantinya,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Dalam dua hari kemarin Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum sedang melakukan uji kelayakan dan kepatuhan atau fit and proper test calon hakim agung. Ada yang menarik untuk dikritisi terkait pemaparan calon hakim agung kamar pidana Soesilo.
Dalam pemaparannya kemarin di hadapan anggota komisi III DPR, Soesilo yang merupakan hakim di Pengadilan Tinggi Banjarmasin menyinggung masalah hukum adat. Ia menyampaikan 4 point kesimpulan terkait hukum adat.
Pertama, sanksi adat bagi masyarakat yang hukum adatnya masih berlaku dapat dijalankan dengan perkara-perkara ringan. Kedua, pidana ringan dijatuhkan sanksi adat akan mengurangi beban lembaga pemasyarakatan.
Ketiga, diperlukan adanya nota kesepahaman antara penegak hukum, pemerintah daerah dan lembaga adat dalam menentukan jenis pidana ringan yang dapat dijatuhkan sanksi.
Keempat, hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara pidana ringan harus memperhatikan sanksi adat yang dijatuhkan. (Bie)
Editor: Bobby