Jakarta, JurnalBabel.com – Tingginya kebutuhan akan tempat tinggal sejalan dengan tingginya jumlah penduduk, menyebabkan tingginya backlog perumahan nasional saat ini. Backlog perumahan menggambarkan tingkat kesenjangan antara jumlah unit permintaan rumah dan kemampuan untuk menyediakannya.
Harga properti yang naik setiap tahun, terutama properti residensial seperti rumah tapak, menciptakan kesenjangan antara kebutuhan terhadap rumah dan daya beli masyarakat.
Menurut data terbaru dari Bank Tabungan Negara (BTN), backlog perumahan di Indonesia saat ini adalah sekitar 12,71 juta unit. Dari jumlah tersebut, sekitar 47% atau 5,8 juta unit didominasi oleh generasi milenial yang belum memiliki hunian.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak menilai, usulan Bank BTN untuk mengembangkan skema dana abadi kredit perumahan bisa menjadi terobosan untuk mempercepat penurunan backlog perumahan.
Dana abadi untuk membayar selisih bunga KPR masyarakat yang selama ini disubsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Selama pengelolaannya benar-benar menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), saya melihat skema dana abadi ini bakal efektif untuk mempercepat penyediaan perumahan rakyat,” tegas Amin dalam keterangannya, Selasa (30/4/2024).
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN, Nixon Napitupulu menjelaskan, dana abadi adalah dana yang diinvestasikan di tempat lain, dengan target keuntungan minimal 6%, dan keuntungan dari investasi tersebut digunakan untuk membiayai subsidi KPR.
Skema ini mirip dengan subsidi beasiswa LPDP atau dana haji, di mana dana yang dikelola tidak lagi menjadi beban keuangan negara jika berhasil diputar dengan baik.
Menurut Nixon, pemerintah tidak perlu membuat badan baru untuk mengelola dana tersebut. Cukup dengan memberikan peran lebih kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) untuk mengelola dan memutar dana yang selama ini dititipkan oleh pemerintah.
Skema dana abadi ini diharapkan dapat memotong biaya pembelian rumah hingga 20% jika sudah bergulir. Selain itu, skema ini juga diusulkan untuk tidak hanya menyelesaikan permasalahan perumahan di segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tetapi juga masyarakat berpenghasilan menengah dengan gaji antara Rp 8-15 juta. Ini akan memperluas jangkauan subsidi kepada lebih banyak masyarakat yang membutuhkan.
Namun, Amin mengingatkan sejumlah hal yang harus dilakukan untuk meminimalisir risiko penyelewengan dana abadi KPR tersebut. Pertama, harus dipastikan adanya sistem pengawasan yang ketat dan transparan dari pemerintah atau lembaga independen untuk mengawasi penggunaan dana.
Kedua, dilakukan audit berkala oleh auditor independen untuk memeriksa pengelolaan dana dan memastikan tidak ada penyimpangan. Ketiga, harus ada transparansi laporan keuangan yang dapat diakses oleh publik untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana.
“Transparansi dan pengawasan yang ketat penting untuk memastikan penggunaan dana benar-benar digunakan untuk penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat berpenghasilan menengah (MBT),” pungkasnya.