Jakarta, JurnalBabel.com – Pengurus Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana Indonesia (Dihpa), Azmi Syahputra, menyatakan sudah saatnya institusi Polri membuka video atau data rekaman digital peristiwa penembakan 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) dini hari, oleh anggota Polri.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk menjaga kehormatan institusi Polri dan meluruskan pro kontra atas peristiwa naas tersebut.
“Sudah saatnya Polri membuka video atau rekaman digital proses selama pengintaian. Termasuk kejar-kejaran di Jalan Tol area Karawang, Jawa Barat tersebut, sampai kejadian tertembaknya 6 warga,” kata Azmi Syahputra dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/12/2020).
“Termasuk jika perlu cek hasil celebrite ufed touch, terlihat isi komunikasi rekam digital para pihak akan terlihat perbuatan apa yang dibicarakan dan dilakukan masing-masing pihak,” tambahnya.
Bila dari rekaman video dan jejak digital tersebut memang ada perbuatan yang membahayakan, kata Azmi, maka tindakan anggota Polri tersebut harus dinyatakan telah memenuhi standard operational procedure (SOP) dan aturan yang berlaku.
“Fakta inilah yang harus disesuaikan dengan peristiwa real yang terjadi dil apangan. Begitu pula sebaliknya,” ujarnya.
Lebih lanjut dosen hukum pidana Universitas Bung Karno ini menekankan bahwa yang terpenting dokumen rekaman video dan jejak digital ini jika dihubungkan dengan semua alat bukti yang dihimpun, maka rekaman dokumentasi ini pula yang akan membuat terang dan jelas telah terjadi sebuah peristiwa.
“Apakah ada perlawanan warga dalam iringan iringan mobil tersebut? ada senjata api kah atau senjata tajam atau materi perbuatan lainnya yang merusak, membahayakan polisi sampai harus dilakukan penembakan,” katanya mempertanyakan.
Azmi menegaskan bahwa hal ini salah satu jalan agar kasus ini clear, dimana polisi harus segera buka hasil rekaman video ini guna memastikan bahwa polisi punya bukti kuat, dasar dan langkahnya telah tepat.
Ini juga guna menjunjung keberadaan konsep polisi promoter (profesional, modern, terpercaya) akan dapat berfungsi maksimal manakala diimbangi dengan proses nilai-nilai kebenaran dan prinsip keterbukaan. Pasalnya, sebagaimana diketahui akibat perkembangan teknologi informasi saat ini membuat ruang terbuka dialektika masyarakat.
Jika dibiarkan hal ini terlalu lama, kata Azmi, akan menjadi celah yang bias. Mengingat sarana Polri saat ini sudah baik.
“Misal pada kasus penggerebekan saja, Polri sudah pakai rekaman video. Apalagi dalam kasus ini yang telah dilakukan pengintaian bahkan sampai terjadinya tembak-tembakan di jalan ruang terbuka, pasti ada kausalitas indikator membahayakan yang terjadi,” paparnya.
Karena diketahui telah ada upaya memantau, Azmi menilai tentunya dalam pemantauan ini polisi sudah punya sarana lengkap, yang disesuaikan dengan SOP dengan kebutuhan di lapangan.
“Karena dari dokumen rekaman video or CCTV inilah yang bisa membuat clear, sehingga tidak ada perbedaan keterangan kronologis lagi versi dari FPI dengan kenyataan di lapangan versi Polri. Karenanya Polri harus buka rekaman video dan jejak digital atas kejadian ini,” pungkasnya. (Bie)