Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR RI Supriansa mendapati informasi mengenai banyaknya keluhan mengenai over kapasitas atau kelebihan daya tampung di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan. Sedikitnya terdalat 1.980 warga binaan yang hingga kini menjalankan hukuman di rutan tersebut, padahal daya tampung seharusnya hanya mampu menampung 1.000 orang.
“Ini menjadi perhatian kita di Komisi III dan memang untuk wilayah Sulawesi Selatan ini seluruh wilayah mengalami over capacity, selain di sini ada juga di (Kabupaten) Soppeng, kemudian juga daerah lain. Kita memasuki tempat-tempat mereka tinggal, tempat tidurnya, ada memang yang kurang layak, nanti akan kita tindak lanjuti kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM yang terkait,” ujar Supriansa usai mengikuti agenda Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI mengunjungi Lapas Kelas I Makassar, baru-baru ini.
Selain itu, legislator dapil Sulawesi Selatan II ini juga menampung beberapa pengaduan-pengaduan lain yang terkait dengan prosedur berkunjung ke dalam lapas. Menurutnya, keluhan seperti lamanya antrian atau waktu tunggu saat berkunjung sudah sesuai dengan protap-protapnya dan harus ditaati oleh pengunjung yang hendak berkunjung di sana.
“Pada kesimpulan kita bahwa semua keluhan itu akan kita tampung lalu akan kita suarakan nanti kepada Menkumham terkait apa yang harus dibenahi secepatnya agar bisa dibenahi, ya memang kita harus anggarkan dan ke depannya harus men-support kementerian ini, inilah yang tidak bisa kita tutup mata, secepatnya kita bicarakan ini solusinya seperti apa dalam menghadapi masalah yang urgent ini,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, politisi Partai Golkar tersebut juga sempat meninjau tempat pembinaan yang tersedia di lapas tersebut. Hal itu diapreasiasi betul oleh Tim Kunker Komisi III DPR RI dan dirinya. Menurutnya dengan diberikannya pelatihan ketrampilan seperti membuat kerajinan tangan, pengolahan sampah, hingga pembuatan tempe, bisa memberikan modal kewirausahaan untuk bekal ketika sudah keluar nantinya.
”Setelah dia (warga binaan) keluar yang membuat tempe itu bisa menjadi penjual. Atau kalau ada modalnya dia bisa menjadi mempekerjakan orang untuk membuat tempe lalu dijual. Ada yang bisa bikin kursi setelah keluar dia bisa membuat usaha pembuatan kursi, ada lagi buat gitar dan lain sebagainya, supaya dia keluar nanti ada aktivitasnya. Nah itulah harapannya ini pembinaan-pembinaan ini bahwa begitu keluar sudah ada modal yang untuk mandiri,” pungkasnya. (Bie/dpr.go.id)
Editor: Bobby