Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi V DPR Ahmad Syaikhu menyoroti Naskah Akademik (NA) Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Salah satu yang ia soroti tentang aturan Bangunan Gedung.
Menurutnya, Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung jadi salah satu yang akan di revisi dalam RUU Ciptaker. Ada sekitar 80% substansi yang akan diperbaiki dengan 60% diantaranya penghapusan materi muatan UU.
Alasan revisi tersebut karena banyaknya tumpang tindih aturan. Anehnya, Pemerintah tidak dapat membuktikan satu ayat pun dari UU No. 28 Tahun 2002 ini yang tumpang tindih dengan UU lainnya.
Selain itu Pemerintah tidak memberikan argumentasi yang cukup dalam Naskah Akademik (NA) karena hanya menyediakan penjelasan sebanyak 1,5 halaman.
“Ini aneh. Padahal dapat dibayangkan, sebuah UU yang separuh isinya dihapuskan sudah pasti kehilangan ruh pengaturannya,” kata Syaikhu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/7/2020).
Politisi PKS melanjutkan, memang Pemerintah menjanjikan bahwa aturan yang dihapus ini akan dipindahkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP). Akan tetapi, akibat pelemahan ini justru dapat berakibat pada ketidakpastian berusaha bagi pengusaha. Sebab, aturan-aturan ini dapat saja sewaktu-waktu diubah kembali karena tidak memiliki kekuatan seperti dalam UU.
“Kondisinya jadi semacam ada ketidakpastian bagi pengusaha. Bagaimana menarik investor?,” tanya Syaikhu.
Mantan Wakil Walikota Bekasi itu juga mengkritisi dihapuskannya peran Pemerintah Daerah dalam membina wilayahnya melalui penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam revisi ini. Dalam RUU Ciptaker ini, IMB akan diganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
“Mengapa dihapuskan kewenangan Pemda? Belum tentu pemerintah pusat mengerti kondisi wilayah yang ada di berbagai daerah, mengingat betapa luasnya wilayah Indonesia dan betapa khasnya permasalahan di setiap daerah,” ujarnya.
Di sisi lain, ini mengurangi semangat otonomi daerah yang tercantum dalam Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 Amandemen ke-2.
“Jadinya paradoks. Kita ingin ada otonomi daerah, tapi kewenangan Pemda menerbitkan IMB dihapus,” jelasnya.
Syaikhu juga menyoroti dihapuskannya materi muatan terkait persyaratan Bangunan Gedung. Dalam UU sebelumnya, terdapat berbagai aturan terkait keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Tapi di RUU Ciptaker dihapus yang dapat membahayakan pengguna gedung.
Selain itu membuat Bangunan Gedung tidak lagi ramah bagi Penyandang Disabilitas dan lansia, apabila persyaratan-persyaratan tersebut tidak wajib dipenuhi.
“Aturan keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan ini sudah standar. Dan wajib dipenuhi,” tegasnya.
Sebab itu, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ini mendorong agar pembahasan ini dikembalikan ke komisi V yang secara khusus membidangi persoalan Bangunan Gedung. Tujuannya agar dapat membahas lebih dalam revisi UU tersebut dengan mengundang pakar khusus terkait UU yang direvisi.
Selain itu juga meminta Pemerintah menghadirkan argumentasi yang memadai terkait indikasi tumpang tindihnya peraturan dalam UU No. 28 tahun 2002 ini dengan UU lainnya.
“Pemerintah harus memberikan kajian empirik dan bukan melalui hipotesa yang subjektif tanpa data yang valid terkait revisi ini. Agar rakyat tak dirugikan,” pungkasnya. (Bie)