Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Hendrik Lewerissa, menilai Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang diusulkan oleh Komisi VII DPR sebagai bentuk komitmen dan tindaklanjut Indonesia yang telah meratifikasi konvensi Paris tentang perubahan iklim di New York pada 22 April 2016.
“Konvensi Paris itu ditindaklanjuti dengan usulan untuk adanya RUU EBT. Ini clear menunjukan Pemerintah Indonesia itu tentu tidak main-main. Jelas sekali berkomitmen sebagai warga bangsa punya tanggungjawab mengurangi emisi rumah kaca dan mencegah perubahan iklim di planet bumi ini,” kata Hendrik Lewerissa dalam rapat pleno harmonisasi RUU EBT di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Lebih lanjut legislator Partai Gerindra ini mengungkapkan bahwa memang sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur soal EBT. Namun, kata dia, level regulasinya masih dibawah Undang-Undang (UU). Sehingga ia menilai usulan RUU EBT ini sangat tepat.
“Jadi dari sisi kebutuhan hukum, ini harus segera dituntaskan. Saya berharap dalam pembahasannya tidak berlama-lama,” ujarnya.
Selain itu, anggota komisi VI DPR ini mengatakan pembahasan RUU ini perlu masukan dari berbagai pihak, sehingga materi muatan dari RUU EBT bisa lebih konferensif. Pasalnya, ia mempunyai catatan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana sering kali jadi alasan di gugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena soal pelibatan atau partisipasi publik.
Sebab itu, Hendrik tidak ingin apabila nantinya RUU EBT sudah disahkan menjadi UU bernasib sama dengan UU Cipta Kerja digugat ke MK akibat masalah partisipasi publik.
“Semakin banyak partisipasi publik kita minta pendapatnya, sehingga kelak nanti menjadi UU, kita tidak lagi menghadapi tidak produktif seperti yang kita hadapi dengan UU Cipta Kerja,” tegas legislator asal Maluku ini. (Bie)