Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, menyoroti tuntunan empat tahun penjara dan denda subsider Rp 500 juta dan enam bulan kurungan terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari baru-baru ini terkait kasus suap kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), sebagai upaya agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus Bank Bali.
Ia membandingkan dengan tuntunan vonis hukum terhadap kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan yang dijatuhi vonis 20 tahun kurungan penjara terkait perkara suap penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bahkan ia menilai tuntunan terhadap jaksa Pinangki harus lebih berat dibandingkan jaksa Urip Tri Gunawan pada 2008 itu.
“Harapan kita itu yang harusnya lebih berat, apalagi (Pinangki) bertemu dengan sang buronan. Kalau saya jaksa waktu itu pak, saya mengundurkan diri karena saya tidak bisa membina saya punya anak-anak di bawah sebagai pertanggungjawaban moral kepada publik,” kata Supriansa dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Selasa (26/1/2021).
Politisi Partai Golkar ini juga menilai, tuntutan terhadap jaksa Pinangki tersebut memperlihatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak profesional. Pasalnya, tegas dia, Pinangki bisa dijatuhi hukum lebih berat karena melakukan tindakan yang tidak terpuji sebagai penyelenggara negara.
“Ini mempertontonkan bahwa kita tidak profesional dalam menempatkan kasus Urip pada 2008, Pinangki 2019-2020 semakin hari seharusnya semakin tinggi tuntutan, tetapi justru semakin rendah dengan kasus dengan nilai yang sama,” ujarnya.
JPU menuntut Jaksa Pinangki dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima janji suap sebanyak US$ 1 juta dari Djoko Tjandra setelah menjanjikan bisa mengurus fatwa bebas di Mahkamah Agung. Dari jumlah itu, sebanyak US$ 500 ribu telah diterima Pinangki sebagai uang muka. (Bie)