Jakarta , Jurnalbabel.com – Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) melalui Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) bersama Forum
Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) kembali menegaskan pentingnya peran umat
Katolik awam dalam persoalan bangsa. Penegasan ini muncul dalam seminar
nasional bertema refleksi 60 tahun Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan
Awam, Apostolicam Actuositatem (AA), yang digelar pada 4 Desember malam di
Gedung KWI, Jakarta.
Acara ini menjadi ruang dialog untuk menimbang kembali sejauh mana umat awam telah mengambil bagian dalam isu sosial, politik, ekonomi, hingga ekologi.
Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Yohanes Harun Yuwono, mengingatkan bahwa semangat Dekrit AA tetap relevan bagi Gereja Indonesia saat ini. Menurutnya, Gereja perlu terus memperbarui diri (aggiornamento) dan
memberi ruang lebih luas bagi peran umat awam agar Gereja mampu hadir secara
nyata di dunia modern.

Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Yohanes Harun Yuwono
“Semangat Dekrit AA mendorong pembaharuan diri Gereja dengan
meningkatkan peran umat awam di segala bidang pelayanan sekular agar Gereja
lebih relevan di dunia modern,” ujar Mgr. Harun.
Ia menambahkan, dekrit tersebut menegaskan martabat umat awam sebagai bagian dari Gereja yang diutus, bukan sekadar pendamping klerus. Karena itu, partisipasi umat dalam membangun tata dunia yang lebih manusiawi, adil, dan penuh kasih menjadi keharusan.
Tantangan Politik dan Kaderisasi
Persoalan keterlibatan dalam dunia politik menjadi perhatian utama. Peneliti Senior CSIS sekaligus Anggota DKPP RI, Dr. J. Kristiadi,
mengingatkan bahwa umat Katolik dipanggil untuk menjadi “garam dan terang dunia” juga di ranah politik.

Ia tak menutup mata bahwa politik adalah “medan siasat” yang sarat godaan, termasuk praktik politik uang. Karena itu, Kristiadi menegaskan pentingnya kaderisasi agar lahir generasi muda Katolik yang memiliki karakter
kuat, kokoh dalam nilai, dan tak mudah tergoda “aji mumpung”.
Aktivis dan Direktur Eksekutif ELSAM, Desiana Samosir, turut membagikan pengalaman sebagai aktivis Katolik perempuan. Baginya, keterlibatan sosial-politik bukan sekadar aktivitas, tetapi panggilan iman.
Desiana menegaskan perlunya kaum muda usia 13 hingga 35 tahun, mengambil peran lebih strategis di ruang publik dengan landasan Ajaran Sosial Gereja seperti Gaudium et Spes dan Rerum Novarum.
“Jangan biarkan orang lain mengambil keputusan mengenai nasibmu tanpa kamu terlibat di dalamnya,” tegasnya, mengutip pesan Mgr. Soegijapranata.
Jembatan Duniawi dan Spiritual
RP. Dr. Andreas B. Atawolo, OFM, memaparkan bahwa kehadiran umat awam sesungguhnya berada pada titik strategis—menjadi jembatan antara dunia sehari-hari dan kehidupan rohani.
“Kaum awam dipanggil untuk berurusan dengan hal-hal duniawi, seperti pekerjaan dan kehidupan sosial, tetapi tetap dijiwai oleh semangat Kristiani,” jelas Romo Andre.
Ia menyoroti pentingnya kerasulan keluarga sebagai sel pertama masyarakat, serta tantangan kerasulan yang kini dihadapkan pada krisis ekologi dan derasnya arus dunia digital.
Dalam pandangan Romo Andre, kaderisasi tidak bisa hanya berhenti pada teori. Prosesnya harus nyata, berbasis praksis, dibarengi pendampingan, dan perlu memberikan kepercayaan kepada kaum muda agar mereka dapat bertumbuh.
Desiana sependapat bahwa keluarga dan komunitas lokal memegang peran kunci dalam melahirkan kader berkualitas, sesuai tantangan di masing-masing wilayah.
Seminar nasional ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan pasca-Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) ke-V. Refleksi 60 tahun Konsili Vatikan II tersebut diharapkan mampu menuntun Gereja Katolik Indonesia untuk melangkah bersama menuju 100 tahun mendatang, dengan umat awam sebagai garda yang aktif dan berdaya. (vsh)
Sumber : kadardaerah.com
https://kabardaerah.com/2025/12/06/umat-katolik-diajak-terlibat-aktif-dalam-politik-dan-kebangsaan/
