Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) di DPR, Sukamta, mendesak Pemerintah segera mengajukan usulan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ke DPR.
Hal itu dikatakan Sukamta saat dihubungi jurnalbabel.com, Selasa (16/2/2021), menanggapi pernyataan Presiden Jokowi kemarin di Istana Negara yang berpesan agar implementasi UU ITE menjunjung tinggi prinsip keadilan. Jika hal itu tak dapat dipenuhi, ia akan meminta DPR untuk merevisi UU tersebut.
“Ya itu (revisi UU ITE-red) yang terus di dorong supaya ini tidak hanya move politik kosong,” kata Sukamta.
Belakangan UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke pihak kepolisian.
Catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), hingga Oktober 2020, ada sebanyak 10 peristiwa dan 14 orang yang diproses hukum karena mengkritik Presiden Jokowi Widodo.
Lalu dari 14 peristiwa, 25 orang diproses dengan obyek kritik kepolisian, dan 4 peristiwa dengan 4 orang diproses karena mengkritik Pemda. Mereka diproses dengan penggunaan surat telegram Polri maupun UU ITE.
Lebih lanjut Sukamta mendukung pernyataan Jokowi agar DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE. Sebab, tambah dia, dulu semangat DPR merevisi UU ITE ini agar tidak digunakan sebagai alat untuk mengkriminlasisasi orang tidak bersalah.
“Ternyata sekarang menjadi seperti ini,” sesalnya.
Pasal karet dalam UU ITE yang dimaksud diantaranya yakni Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.
Pasal 27 ayat (3) menyebutkan bahwa mengatur larangan terhadap “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Sementara pada pasal 28 ayat (2) berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Atas aturan pada pasal-pasal di atas, Bab XII UU 11/2008 tentang Ketentuan Pidana menyebutkan pada ayat (1) bahwa “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Ayat (2) menyebutkan “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan fraksinya di DPR sangat mendukung UU ITE di revisi. Terutama menghapus pasal-pasal yang menjadi pasal karet.
“Bagus kalau dilakukan revisi lagi. Kami pasti mendukung. Kalau perlu pasal-pasal yang menjadi pasal karet itu dihapus saja. Di kembakikan ke tujuan semula UU ini dibuat dulu, yaitu terkait untuk traksaksi elektronik,” pungkasnya.
Sekedar informasi, hingga saat ini DPR belum mensahkan daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021 melalui rapat paripurna DPR. Hal itu dikarenakan ada satu revisi UU yang belum disepakati oleh seluruh fraksi, yakni revisi UU Pemilu.
Artinya, apabila Presiden Jokowi atau Pemerintah segera mengajukan revisi UU ITE dalam waktu dekat ini, UU tersebut bisa segera masuk dalam daftar prolegnas prioritas 2021 dan di bahas bersama pemerintah. (Bie)