Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Sukamta, berpendapat Indonesia saat ini mengalami pemburukan demokrasi. Salah satunya indikatornya adalah menurunnya peringkat Indonesia di Indeks Demokrasi.
Hal ini disampaikan dalam acara Kaleidoskop dan Evaluasi Akhir Tahun Fraksi PKS DPR RI Tahun 2021 yang digelar pada Selasa (28/12/2021) siang.
“Menurut The Economist Intelligence Unit, Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan peringkat pada tahun 2020. Indonesia sekarang peringkat 64 dari 167 negara, dengan status Flawed Democracy atau demokrasi tidak sempurna,” ujar Sukamta.
Menurut Sukamta, turunnya Indeks Demokrasi ini disebabkan berbagai hal. Salah satunya adalah kurang berfungsinya parlemen dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Sebagai contoh, koalisi besar partai politik yang mendukung pemerintah menjadikan legislatif tidak efektif dalam melakukan pengawasan pemerintah. Hal ini cukup berdampak buruk bagi kehidupan demokrasi bangsa.
“Oleh karena itu, PKS ingin memastikan agar ada pengawasan terhadap kekuasaan meski tidak maksimal karena kita hanya sendirian,” ujar Anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Selain itu, agenda kekuasaan terancam terpisah dengan agenda rakyat. Karena itu PKS akan terus menyuarakan aspirasi publik dengan menolak kebijakan yang cenderung pro oligarki dan sentralistik.
Sebagai contoh, PKS menolak UU Cipta Kerja yang sarat kepentingan Oligarki maupun UU HKPD yang sentralistik dan mengurangi wewenang daerah.
Sukamta juga menyoroti adanya keterbelahan masyarakat Indonesia saat ini. Menurutnya, ini disebabkan karena adanya para pendengung yang sengaja dipelihara oleh pihak tertentu untuk mengadu domba masyarakat.
“Keterbelahan ini akan terus dipelihara terutama para pendengung. Ini juga dipersulit dengan adanya Presidential Threshold 20% yang dapat menyempitkan calon presiden hanya dua orang saja,” katanya.
Di sisi lain, kebebasan berpendapat dan berorganisasi di Indonesia semakin penyempit. Padahal, ini merupakan indikator terpenting hubungan antara pemerintah dengan rakyat.
Pembatasan kebebasan tersebut bisa dilihat dari berlakunya UU ITE, pembubaran organisasi dengan dalih isu radikalisme dan kriminalisasi terhadap tokoh yang dianggap kritis.
Terakhir, Sukamta menyebutkan isu perpanjangan masa jabatan Presiden sebagai indikasi pemburukan demokrasi.
Menurutnya, isu ini benar-benar merugikan masyarakat karena dapat mengacaukan siklus kepemimpinan nasional dan daerah.
“Isu ini menyebabkan ketidakpastian hukum sosial dan ekonomi serta menyebabkan krisis konstitusi yang sistemik,” pungkasnya.
Sumber: pks.id