Jakarta, JurnalBabel.com – Rentetan tertangkapnya Hakim Agung dan pegawai Mahkamah Agung (MA) merupakan sejarah buruk bagi MA. Sebab itu, perbaikan harus dari Ketua dan pimpinan MA, karena jika hal ini ada tentu sulit berubah untuk bersih- bersih di MA.
Yang ada MA semakin terjebak dalam labirin gelap serta terkesan MA tidak bangkit-bangkit akibat perilaku dan uang korupsi merusak watak hakim dan pegawai peradilan yang di OTT yang dampaknya kini semakin meluas.
“Karenanya demi menyelamatkan Mahkamah Agung, Hakim Agung segera mengganti dan menunjuk segera Ketua Mahkamah Agung yang berani mengambil sikap tegas,” kata dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/12/2022).
Menurut Azmi, perlu nakhoda yang tangguh di MA yang berani memberantas mafia peradilan dan memiliki hati nurani serta legal sense kritis, karena Ketua MA saat ini Prof. Syarifuddin kurang efektif dalam memberantas dan menghadapi modus operandi mafia peradilan.
“Jika masih ada perilaku korup dan ambisi terselubung dari insan peradilan dan praktik mafia peradilan tidak segera diberantas akhirnya akan membunuh institusi MA. Masyarakat lelah dan bosan terhadap bau perilaku oknum tertentu yang melakukan korupsi dan merusak marwah peradilan,” tuturnya.
Beberapa upaya dilakukan MA setelah adanya OTT KPK. Dimana MA menyatakan telah melakukan beberapa upaya seperti live streaming putusan kasasi dan PK.
Azmi menilai hal ini dapat saja menjadi bagian cara agar tidak ada pihak lain yang memanfaatkan menjual putusan hakim, termasuk randomisasi penunjukkan majelis hakim yang menangani perkara yang dipastikan anggotanya di domaninasi oleh hakim yang berintegritas, serta pembinaan berupa pembacaan fakta integritas secara rutin yang juga harus disertai kesadaran memahami isi fakta integritas.
“Jadi bukan hanya pembacaan saja, namun insan peradilan harus sadar diri, membatasi diri dan tahu diri akan makna isi fakta integritas tersebut demi kehormatan dan kemuliaan profesinya,” jelasnya.
Azmi menegaskan hal di atas akan efektif jika pimpinan MA benar -benar kuat dan memiliki jiwa pemimpin sejati dan bergerak. Maksimal berubah dan berani melawan mafia peradilan yang menjadi urgensi bersih-bersih total di MA.
“Semestinya dengan terjadinya peristiwa OTT dan penangkapan hakim agung serta belasan pegawai MA yang terlibat korupsi, ini tanda kegagalan pimpinan saat ini yang semestinya sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai pimpinan MA yang sekarang harus secara ksatria sebab gagal karenanya legowo untuk mundur,” pungkasnya.
Sekedar informasi, suap di MA yang terungkap bermula dari penetapan tersangka hakim agung Sudrajad Dimyati terkait pengurusan perkara koperasi simpan pinjam Intidana. Ia ditetapkan tersangka oleh KPK pada 4 Oktober 2022 lalu bersama sembilan orang lain yang merupakan pegawai Mahkamah Agung dan pihak swasta.
Tak lama berselang, hakim agung yang lain, Gazalba Saleh ditahan oleh KPK pada 8 Desember silam terkait dugaan pengurusan perkara yang sama dengan Sudrajad Dimyati. Gazalba disebut-sebut menerima uang suap Rp 400 juta untuk menjatuhkan vonis pidana sesuai keinginan pemberi suap di perkara Intidana tersebut.
Pada 19 Desember 2022, KPK kembali melakukan penahanan terhadap anggota Mahkamah Agung terkait dugaan suap pengurusan perkara lagi. Kali ini, KPK menetapkan Edy Wibowo hakim yustisial MA sebagai tersangka kasus suap pengurusan perkara Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.
(Bie)