Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Wihadi Wiyanto, menyatakan pemberian kewenangan penyidikan tindak pidana sektor jasa keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari Presiden Jokowi, tidak akan menghilangkan kewenangan Polri dalam melakukan penyidikan seperti sudah diatur dalam KUHAP.
“Jadi, apa yang ada dalam Peraturan Presiden (PP) tersebut, bukan berarti memotong kewenangan Polri di dalam menyidik perkara-perkara pidana keuangan. Karena, bagaimanapun juga bahwa dalam KUHAP Polri adalah penyidik sedangkan OJK bukan sebagai penyidik seperti di KUHAP,” kata Wihadi, Kamis (2/2/2023).
Sebelumnya, Presiden Jokowi memberikan OJK 15 kewenangan selaku penyidik tindak pidana sektor jasa keuangan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. Beleid itu diteken Jokowi pada 30 Januari 2023.
Artinya, menurut Wihadi tetap aturan KUHAP bahwa Polri lah sebagai penyidik dan dirinya sudah memperkirakan dalam PP sudah jelas disebutkan OJK menyidik tetapi tetap itu dengan pihak Polri.
“Nah disini memang keahlian atau mungkin permasalahan keuangan dari pihak OJK ini sebagai narasumber yang juga bisa memberikan suatu masukan kepada pihak penyidik dalam masalah pidana-pidana keuangan,” ujar Wihadi yang juga Jubir Bappilu Partai Gerindra ini.
“Sehingga, kerjasama Polri dan OJK itu dituangkan dalam penyidikan bahwa payungnya adalah OJK. Tetapi disinilah Polri tetap berperan dalam masalah penyidikan. Karena ini tidak boleh menyalahi aturan KUHAP di dalam masalah penyelidikan,” tegas Legislator dapil Jatim IX meliputi Tuban dan Bojonegoro ini.
Diketahui, Mengutip Pasal 1 ayat 3, Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
“Penyidik Tidak Pidana di Sektor Jasa Keuangan terdiri atas: a. Pejabat penyidik pada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan b. Penyidik Otoritas Jasa Keuangan,” tulis Pasal 2 ayat 1 beleid tersebut, dikutip Selasa (31/1/2023).
Selanjutnya, penyidik OJK terdiri dari pejabat penyidik Polri, pejabat pegawai negeri sipil tertentu, dan pegawai tertentu. Kategori tersebut yang diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukup Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
15 kewenangan yang diberikan Jokowi diantaranya, pertama, menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Kedua, melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. Ketiga, melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
Keempat, memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. Kelima, meminta kepada instansi yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap warga negara Indonesia dan/atau orang asing serta penangkalan terhadap orang asing yang disangka melakukan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan.
(Bie)