Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerhati pangan nusantara, Irma Suryani Chaniago, meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) segera melakukan evaluasi keputusan impor beras 2 juta ton untuk kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP).
Menurutnya, keputusan tersebut merupakan keputusan keliru yang dapat menghambat laju kesejahteraan petani.
“Para petani tengah menghadapi puncak panen raya kok impor. Ini keputusan keliru, tidak masuk akal dan syarat kepentingan. Saya minta segera di evaluasi Karena impor memiliki dampak terhadap kesejahteraan petani,” kata Irma Suryani, Rabu (29/3/2023).
Irma mengatakan, produksi beras tahun 2022 mencapai 31,54 juta ton atau naik 0,29 persen apabila dibandingkan tahun 2021. Sedangkan konsumsi beras tahun tersebut hanya 30,20 juta ton sehingga terdapat surplus beras 1,3 juta ton.
Sementara luas potensi panen pada Januari-April 2023, menurut data BPS mencapai 4,51 juta hektar dengan prediksi gabah kering giling mencapai 23,94 juta ton atau beras 13,79 juta ton.
“Dan kalau kita baca dari data satelit Siscrop Kementan diperkirakan mencapai 5,03 juta hektar atau setara 15,65 juta ton beras. Jadi sebenarnya dari angka itu saja sudah jelas beras kita cukup. Pertanyaannya kenapa harus impor?” ujarnya.
Irma menambahkan, kejadian tingginya harga beras saat ini diakibatkan kurangnya perhatian Bulog dalam memperkuat penyerapan gabah petani serta pengendalian harga di tingkat petani maupun konsumen.
Jadi sebaiknya, kata Irma, gudang Bulog di seluruh Indonesian segera dipenuhi dengan stok beras yang diproduksi petani agar keuntungan ekonomi dinikmati bangsa sendiri.
“Karena itu sekali lagi impor beras saat ini tidak diperlukan mengingat produksi beras sangat cukup, dgn gambaran umum 2022 dan 2023 yang tidak berbeda tidak terjadi kekurangan stok beras,” jelasnya. (Bie)