Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Santoso, menyatakan filosofi keberadaan polisi di Indonesia berbeda dengan di Eropa, Amerika maupun Amerika Latin yang merupakan jajahan negara Eropa yang pembentukannya berasal dari masyarakat.
“Saya pernah baca bukunya yang dibuat pak Tito (Mantan Kapolri Tito Karnavian, saat ini menjabat Menteri Dalam Negeri) memberikan gambaran pada kita bahwa bagaimana sesungguhnya Polri ini dibentuk di Indonesia bukan dari inisiatif masyarakat, tapi dibentuk oleh negara,” kata Santoso dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Polri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/6/2023).
Menurutnya, karena Polri dibentuk oleh negara maka sistem kerjanya sangat berbeda.
“Kalau ditempat-tempat yang sebut tadi, tidak ada Jenderal Polisi. Yang ada Kepala Kepolisian di kota itu,” ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini menambahkan, karena dibentuk oleh negara maka menjadi tanggungjawab negara secara keseluruhan untuk dapat menciptakan polisi yang dibutuhkan oleh rakyat.
“Dimana kebutuhan anggaran-anggaran itu tentu harus disampaikan ke parlemen yang memiliki fungsi budgeting,” katanya.
Jangan Untuk Kepentingan Pemilu
Legislator asal DKI Jakarta ini mengingatkan jumlah desa dan kelurahan di Indonesia ada 83 ribu. Sementara Bhabinkantibnas yang dipersiapkan itu hampir 50 persen.
“Menurut saya Bhabinkantibmas dulu yang diprioritaskan, karena orang persepsinya polisi RW di setiap RW ada polisi. Kalau di kali 3 saja ada 416 ribu, kalau di kalikan 7 ada 580 ribu. Sementara personil Polri tidak sebanyak ini,” paparnya.
Ia juga mengingatkan jangan sampai kecurigaan masyarakat bahwa Polisi RW ini dibentuk untuk kepentingan Pemilu 2024.
“Ini tidak boleh juga dan jangan juga polisi RW ini didengung-dengungkan jelang Pemilu, begitu Pemilu usai selesai cerita ini. Sehingga persepsi publik ini benar untuk kepentingan pemilu, saya berharap tidak,” kata Santoso.
(Bie)