Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, mempersilakan para pihak yang tak puas dengan pengesahan Undang-undang Kesehatan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“JR (judicial review) itu dibenarkan, silakan, tidak ada masalah, karena memang dibolehkan,” kata Irma Suryani saat Komisi IX DPR menerima audiensi 20 organisasi profesi kesehatan yang mendukung pengesahan UU Kesehatan, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Ia menyindir beberapa organisasi profesi kesehatan bernama mentereng yang mengambil sikap berlawanan.
Menurutnya, argumentasi yang disampaikan para tenaga medis dan kesehatan yang tergabung dalam organisasi-organisasi profesi yang berunjuk rasa itu tidak masuk akal.
“Harus tahu juga pasal mana yang mau di-JR,” kata dia.
Oleh karenanya, ia menganggap para penolak UU Kesehatan itu harus lebih cerdas.
“Kemarin disampaikan soal (ancaman) liberalisasi (sistem kesehatan lewat UU Kesehatan). Yang mana? Enggak pernah bisa kasih contoh apa sih yang dimaksud liberalisasi di sini?” ujar Irma.
“Nanti kalau saya bilang bodoh kan enggak enak didengarnya,” lanjutnya.
Ia mengeklaim bahwa pihaknya sudah berjuang maksimal untuk memastikan UU Kesehatan ini disusun dengan baik meski penyusunan dan pembahasannya hanya berlangsung kurang lebih 1 tahun.
Irma juga mengaku bahwa Komisi IX begitu detail dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan setelah disahkannya UU Kesehatan yang bersifat omnibus law ini.
“Jangan salah, ketika kami di Panja (Panitia Kerja) kemarin, kami memang betul-betul, kami tanya, nanti peraturan pemerintahnya seperti apa, nanti peraturan presidennya seperti apa, misalnya begitu, nanti peraturan menterinya seperti apa, sampai ke situ kita bicarakan di Panja,” jelas Irma.
“Komisi IX punya tugas berat sama seperti teman-teman semua yang hadir disini, mengawal peraturan pemerintah dan peraturan menterinya,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023), menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI siang ini.
Ratusan tenaga kesehatan ini tergabung dalam sejumlah organisasi profesi, seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Mereka menilai, ada sederet masalah dalam proses penyusunan maupun substansi UU Kesehatan yang dibikin hanya dalam kurun 1 tahun.
Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi, kembali mengungkit penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan yang tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu asas keterbukaan/transparan dan partisipatif.
Anggapan ini pun disampaikan oleh puluhan lembaga termasuk PKJS UI, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).
Mereka juga menganggap pembahasan RUU tidak transparan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023.
IDI juga menilai bahwa perumusan RUU Kesehatan tidak jelas dan tidak mempunyai landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta tidak mendesak. (Bie)
Sumber: kompas.com