Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, menyoroti makalah yang disusun oleh beberapa Calon Hakim Agung (CHA) dan Hakim Ad Ho terkait hati nurani dan fakta persidangan dalam Uji Kelayakan dan Kepatutan (fit and proper test) Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Uji kelayakan dan kepatutan ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh. Ada 11 nama calon hakim yang diserahkan Komisi Yudisial (KY) ke DPR.
Dengan komposisi satu CHA kamar perdata, enam CHA kamar pidana, dan satu CHA kamar TUN khusus pajak. Ada juga tiga calon hakim ad hoc HAM di MA.
Misalnya, saat Supriansa membahas makalah CHA Kamar Pidana Ainal Mardiah yang membahas soal hukuman mati.
Politisi Partai Golkar menanyakan apakah sesuati hati nurani bahwa praktek hukuman mati itu sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Apakah ibu tidak melihat, praktek hukuman mati meskipun sudah dibahas dalam pasal 99 KUHP ada pertentangan dengan falsafah Pancasila?” tanya Supriansa.
Hal yang sama ditanyakan Supriansa kepada CHA Kamar Pidana lainnya, Noor Edi Yono yang membahas soal pengembalian uang dalam bentuk penyitaan aset.
“Coba bapak berikan keyakinan kepada saya ketika berhadapan dengan fakta persidangan yang berkembang dan tidak sesuai hati nurani bapak. Bapak memilih melahirkan keputusan sesuai fakta persidangan atau ikut hati nurani,” ungkap Supriansa.
Noor Edi langsung menjawab pertanyaan Supriansa itu.
“Jadi dasar untuk menilai, adalah fakta persidangan. Dalam hukum kita dalam memutuskan sebuah perkara harus sesuai fakta. Untuk formalnya kita ikut fakta persidangan,” jawabnya.
Supriansa juga menanyakan soal hati nurani kepada CHA Kamar Pidana Yanto. Yanto dalam makalahnya membahas soal ujaran kebencian.
Caleg DPR RI Golkar di Dapil Sulsel 2 itu menyinggung soal aktivis yang kritis ke pemerintah. Ada beberapa laporan dan kasus yang bergulir karena kritik mereka dianggap sebuah ujaran kebencian.
“Misalnya aktivis ini tak punya niat menghujat pemerintah, tapi ada kalimat yang salah mereka dibawa ke persidangan. Bagaimana pendapat Pak Yanto, apakah mengetuk hati nurani yang paling dalam atau melihat fakta persidangan,” tanya Supriansa. (Bie)
Sumber: fajar.co.id