Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VII DPR, Sartono Hutomo, meminta pemerintah dan pertamina untuk bersikap tegas dengan mencabut izin operasional usaha stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE) yang mengurangi takaran isi tabung LPG 3 kilogram (kg) bersubsidi (Gas Melon).
Hal itu, menyusul temuan pendistribusian gas LPG 3 kg yang mengalami kekurangan 200 gram hingga 700 gram atau 7 sampai 23 persen per tabung di 11 SPBE di Jakarta-Bandung, oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Sabtu (25/5/2024).
Ditegaskan Sartono, Gas LPG 3 Kg ini merupakan produk Pertamina yang peruntukannya ditujukan kepada masyarakat kecil.
“Tentunya harus ada tindakan tegas terkait hal tersebut. Karena mencangkup kesejahteraan rakyat. SPBE yang terindikasi melakukan hal tersebut langsung cabut izin operasionalnya oleh Pertamina. Jangan sampai rakyat yang dikorbankan,” kata Sartono kepada wartawan, Senin (27/5/2024).
Dengan kondisi yang rawan di selewengkan itu, politisi Partai Demokrat itu pun meminta Pemerintah, Aparat penegak hukum dan Pertamina, untuk memperketat pengawasan penjualan Gas LPG 3 Kg. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah adanya praktik curang.
“Selanjutnya pengawasan terhadap LPG 3KG harus semakin diperketat, LPG 3Kg merupakan barang subsidi sehingga apabila terjadi penyelewengan juga akan berdampak pada kerugian negara. Saya juga meminta Kementerian ESDM, Pertamina, Kepolisian dan seluruh Pihak yang terkait serius mengawasi hal ini, karena ini sudah sering sekali terjadi. Oleh karena itu harus ada tindakan tegas terhadap oknum yang melakukan penyelewengan,” ujarnya.
Wakil rakyat asal Jawa Timur VII (Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan dan Magetan itu mengingatkan oknum-oknum penyelewengan LPG 3 kg akan adanya ancaman pidana jika melakukan kecurangan dalam pengisian takaran LPG.
“Pengoplosan LPG merupakan tindak pidana yang salah satunya diatur pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Dimana setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas yang disubsidi Pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar,” terangnya.