Oleh Presiden PKS Ahmad Syaikhu
Jika tidak ada aral melintang pada tanggal 10 Dzulhijjah 1445 H, kita akan melaksanakan hari raya Idul Adha atau lebih dikenal dengan sebutan hari raya Kurban. Bagi saudara-saudara kita yang sedang melaksanakan ibadah Haji di Tanah Suci Makkah, pelaksanaan hari raya Kurban sehari setelah jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah. Banyak pesan dan pelajaran penuh makna yang terdapat dalam setiap peristiwa haji dan kurban.
Kata kurban sejatinya sendiri berasal dari bahasa Arab qaruba-yaqrubu-qurbanan yang berarti hampir, dekat, atau mendekati. Ungkapan kata qurban dalam literasi arab disebut udlhiyyah. Kata udlhiyyah merupakan bentuk jama’ dari kata dlahiyah yang berarti binatang sembelihan, kata udlhiyyah disebut juga sebagai hewan ternak yang disembelih pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) dan hari Tasyriq.
Sekilas pelaksanaan hari raya Kurban adalah sebuah rutinitas keagamaan biasa yang dilaksanakan setiap tahunnya. Tetapi jika ditelusuri maknanya secara mendalam, maka akan tersirat dimensi spiritual dan sosial yang begitu kaya dan mencerahkan. Banyak Pelajaran yang bisa kita petik, mulai dari keteladanan dan kataatan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS hingga kondisi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya, sebagaimana tergambar dalam QS. Al Hajj: 28.
Secara spiritual, kurban adalah penyembelihan binatang ternak yang dilakukan seorang muslim sebagai wujud ibadah dan ketaatan diri terhadap perintah Allah SWT (Taqorrub ila Allah). Penyembelihan binatang ternak bisa dimaknai sebagai pembersihan nafsu-nafsu kebinatangan dari diri manusia, dalam rangka penyucian diri (tazkiyah), sehingga benar-benar menjadi hamba yang taat dan memiliki nilai kepatuhan (sami’na wa atho’na), terhadap perintah Allah SWT.
Sementara, dalam dimensi sosial, kurban sebagai bentuk implementasi kepedulian sosial, semangat berbagi dan sikap mengasihi sesama tetangga dan masyarakat sekitar yang selama ini berkekurangan. Bahkan Nabi Muhammad SAW setiap Idul Adha selalu menyembelih sendiri hewan kurbannya, kemudian mendistribusikannya kepada kaum fakir dan miskin, hanya sedikit disisakan untuk dimakan keluarganya. Sehingga semua masyarakat mendapatkan kegembiraan dalam setiap pelaksanaan hari raya Kurban.
Kurban bisa menjadi stimulus untuk membangkitkan kembali modal sosial (social capital) yang sudah mulai terkikis ditengah-tengah masyarakat. Banyak persoalan sosial yang masih menghantui sebagian masyarakat kita. Terutama masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Angka kemiskinan nasional masih mencapai 9,36% atau setara dengan 25,9 juta jiwa. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka kita mencapai 4,82% atau sama dengan 7,20 juta jiwa. Bahkan dari laporan terbaru BPS mengungkapkan situasi yang mengkhawatirkan, sebanyak 9,9 juta Generasi Z di Indonesia tidak kuliah, tidak bekerja dan tidak ikut pelatihan.
Selain itu, kondisi beberapa daerah saat ini, banyak yang diterjang oleh bencana alam, erupsi gunung merapi, longsor, banjir bandang hingga gempa bumi. Sebagian masyarakat yang terpapar bencana, kehilangan tempat tinggal, luluh lantaknya hamparan sawah dan kebun yang berubah jadi genangan lumpur, bahkan tidak sedikit yang kehilangan sanak saudara. Kondisi tersebut, sudah selayaknya menjadi keprihatinan kita semua, membangun kepedulian untuk meringankan beban hidup saudara yang sedang ditimpa musibah. Kita mendorong agar pelaksanaan kurban atau pengiriman daging kurban tahun ini, diprioritaskan untuk daerah-daerah yang sedang terkena bencana.
Berkurban untuk bangsa dan negara
Pelaksanaan Hari Raya Kurban tahun 1445 H, memiliki momentum yang sangat tepat bagi bangsa dan negara. Pada bulan Oktober nanti, kita akan memiliki presiden dan pemerintahan serta anggota legislatif yang baru. Sudah selayaknyalah, kita berharap kepada para Pemimpin bangsa ini nantinya, bisa menjadi contoh dan teladan yang baik dalam bekerja dan bersikap. Menjelang peringatan 79 tahun usia kemerdekaan, penting untuk mengingatkan kembali kepada para pemimpin bangsa, terhadap janji dan amanah yang diemban dan terucap untuk mensejahterakan seluruh masyarakat.
Sejatinya peristiwa kurban hendaknya juga bisa menjadi pelajaran bagi pemimpin di seluruh negeri, untuk mengorbankan ego pribadi, keluarga, kelompok hingga partainya demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas. Memprioritaskan kepentingan publik ketimbang pribadi dan kelompoknya, meskipun ia harus mengorbankan dirinya sendiri. Sudah saatnya, para pemimpin mau berkurban segala bentuk kepentingan pribadinya dan menggantinya dengan kepentingan publik. Sehingga kesejahteraan benar-benar bisa terwujud.
Makna kurban bisa menjadikan para pemimpin memiliki keimanan yang kokoh untuk mengikis setiap ego dan nafsu pribadi yang berlebihan, jujur dalam setiap langkah, transparan dalam bersikap, sehingga kebijakan yang dibuatnya dapat menjaga dan melindungi masyarakat dari himpitan ekonomi. Para pemimpin hendaknya bekerja keras, memastikan daya beli dan konsumsi masyarakat tersedia, menyalurkan semua bantuan kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Jangan sampai, di tengah penderitaan rakyat, masih ada pejabat yang melakukan korupsi, manipulasi dan memperkaya diri sendiri.
Berkurban juga bisa dimaknai sebagai semangat berkolaborasi, ditandai dengan keterlibatan banyak pihak dalam pelaksanaan ibadah kurban, mulai dari pembelian dan penyembelihan hewan kurban hingga pendistribusian daging kurban kepada masyarakat. Rantai pasok kurban tersebut hanya bisa terjadi jika dilakukan secara bersama-sama dan berkolaborasi dengan banyak pihak. Sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh banyak pihak.
Kita juga berharap dampak atau multiplier effect yang ditimbulkan dari pelaksanaan kurban tidak hanya dirasakan oleh pedagang ternak semata, tetapi juga berdampak pada peternak hewan kuban yang ada di daerah-daerah, juga bisa dirasakan oleh pembuat pakan ternak, pencari rumput untuk pakan ternak, pembuat beduk masjid, hingga penjual hewan kurban secara musiman. Sehingga kolaborasi yang ditimbulkan dari kurban ini akan memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat. Praktis dalam kurun waktu satu bulan, semua ekosistem kurban bisa menghasilkan nilai ekonomis yang mencukupi.
Penutup
Kita harus bisa memaknai setiap perayaan hari besar keagamaan yang kaya dengan nilai dan makna. Hari raya Kurban bukan hanya semata-mata kewajiban memotong hewan kurban, tetapi juga dimaknai sebagai sikap mengorbankan kepentingan dan ego pribadi untuk kepentingan bangsa dan negara.
Selain itu, kurban memiliki makna membangun kembali kebersamaan antar sesama anak bangsa. Semangat berkurban dan berkolaborasi hendaknya menjadi modal penting dalam memperkuat kembali pranata sosial yang mulai menipis. Apalagi saat ini kita sedang dihadapkan kepada ancaman multi krisis dari berbagai sektor, tentu ini akan menjadi ujian tersendiri bagi bangsa dan negara.
Oleh sebab itu, pelaksanaan ibadah kurban menjadi momentum yang sangat tepat untuk mengimplementasikan semangat berkurban dan berkolaborasi, selain bentuk keimanan kita kepada Allah SWT, juga membantu meringankan beban hidup sesama anak bangsa yang sedang menghadapi kesulitan.