Jakarta, JurnalBabel.com – Pendiri Lembaga Survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKopi), Hendri Satrio (Hensat), memberikan gambaran mengenai situasi pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu hal yang ia soroti adalah perilaku menteri-menteri yang memicu cukup tingginya angka ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Prabowo.
Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI, sebanyak 27,5 persen masyarakat tidak puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, hasil survei itu selaras dengan pernyataan tegas Presiden Prabowo yang menyatakan tidak ragu-ragu menindak menterinya atau mereshuffle kabinetnya.
“Hal itu semakin menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kinerja beberapa menteri, bahkan dari Presiden Prabowo sendiri. Dan itu semakin diperkuat dengan pernyataan bahwa sudah ada peringatan yang diberikan dalam 100 hari pertama pemerintahan”, ujar Hensat.
Pakar komunikasi politik ini menjelaskan, dalam melakukan reshuffle, presiden biasanya mempertimbangkan tiga hal: subjektivitas, kinerja, dan faktor politik.
“Subjektivitas yang pertama biasanya menjadi kunci dari penilaian itu, lalu kalau kinerja itu ada rapornya, yang ketiga adalah politis,” katanya.
Subjektivitas, kata Hensat, mengacu pada suka atau tidak sukanya seorang presiden terhadap menteri tersebut. Lalu kinerja bergantung pada penilaian seorang presiden terhadap menteri terkait tugas-tugas yang diberikan.
“Yang ketiga adalah hal politis dan mengganggu kekompakan kekuatan politiknya dia nggak? Apalagi kan sekarang MK sudah mempersilahkan siapapun partai yang lolos verifikasi boleh mengajukan calon presiden sendiri,” katanya.
“Kalau kemudian ini ada yang dilepas dari koalisi, nanti kelak akan mengancam atau menjadi lawan tanding yang berat nggak buat Prabowo di 2029. Hal-hal itu kan pasti semuanya dihitung,” lanjutnya.
Terkait dengan kementerian atau menteri mana saja yang mendapatkan rapor merah, Hensat menyoroti kementerian yang berhubungan dengan ekonomi akan mendapatkan evaluasi yang keras dari Presiden.
Menurutnya, hingga kini ekonomi negara masih menjadi catatan tersendiri bagi Presiden Prabowo.
“Bayangkan saja pertumbuhan ekonomi kita kan turun dari 5,03 jadi 5,02. Sementara keinginannya kan di 8 persen. Kita sudah terlalu lama berada di pertumbuhan ekonomi 5 persen itu, jadi artinya ya stagnan,” kata dosen Universitas Paramadina ini.