Jakarta, JurnalBabel.com — Anggota Komisi XI DPR RI, Amin Ak, menegaskan bahwa Ketua Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2025–2029 akan menghadapi tantangan besar di tengah perubahan cepat sistem keuangan.
Menurutnya, peran LPS sebagai penjaga stabilitas perbankan akan semakin kompleks, apalagi dengan mandat baru yang diberikan undang-undang untuk memperluas fungsi penjaminan dana nasabah asuransi.
Komisi XI, Senin (22/9/2025) malam, menetapkan Anggito Abimanyu sebagai Ketua DK LPS yang baru menggantikan Purbaya Yudhi Sadewa yang ditunjuk menjadi Menteri Keuangan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Lebih lanjut Amin menjelaskan bahwa perkembangan digitalisasi perbankan sangat penting namun tidak luput dari risiko baru yang tidak ringan.
Potensi digital bank run, kejahatan siber, hingga fenomena nasabah memindahkan dana hanya dengan satu sentuhan menjadi tantangan yang harus diantisipasi.
“Ketua DK LPS yang baru, harus menyiapkan strategi yang lebih modern, adaptif, dan berbasis teknologi agar kepercayaan publik tetap terjaga,” tegas Amin Ak dalam siaran persnya, Selasa (23/9/2025).
Salah satu isu mendesak yang disoroti adalah percepatan pembayaran klaim. Publik kini menuntut proses klaim yang cepat dan transparan, terutama bagi nasabah kecil.
Amin menilai LPS perlu membangun sistem digital untuk memisahkan klaim sederhana yang bisa dibayar dalam hitungan hari, dengan klaim kompleks yang memerlukan verifikasi lebih panjang.
“Keterlambatan klaim bisa merusak kepercayaan masyarakat. Nasabah kecil harus jadi prioritas,” ujarnya.
Selain itu, Amin menyoroti fenomena native e-wallet dalam layanan bank digital. Ia menilai penting ada kejelasan apakah saldo dompet digital di aplikasi bank termasuk kategori simpanan yang dijamin LPS atau bukan.
“Jangan sampai ada kebingungan. Persepsi publik sangat menentukan kepercayaan pada sistem keuangan,” tegasnya.
Tugas baru LPS dalam menjamin polis asuransi juga dinilai sebagai tantangan besar.
Ia mengingatkan bahwa kasus gagal bayar di industri asuransi beberapa tahun terakhir telah menggerus kepercayaan masyarakat.
Menurutnya, LPS harus menyiapkan kerangka kerja yang kredibel, mulai dari pendanaan, pengawasan, hingga mitigasi risiko.
“Penjaminan asuransi harus benar-benar memberi rasa aman kepada masyarakat, bukan menimbulkan moral hazard baru,” jelasnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu juga menekankan pentingnya koordinasi LPS dengan OJK, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan.
Resolusi bank digital dengan jutaan rekening mikro, menurutnya, akan jauh lebih rumit dibandingkan likuidasi BPR atau BPRS yang selama ini mendominasi penanganan LPS.
Ia menegaskan perlunya playbook resolusi bank digital yang detail, terutama dalam 48 jam pertama untuk mencegah kepanikan publik.
Di sisi lain, Amin menyoroti perlunya reformasi sistem premi penjaminan. Ia mendorong penerapan risk-based premium, di mana bank dengan risiko tinggi membayar premi lebih besar.
Skema ini dinilai penting untuk mengurangi moral hazard, meski transisinya harus tetap memperhatikan kemampuan bank kecil seperti BPR dan BPRS.
Amin menegaskan bahwa Komisi XI DPR RI akan terus mengawal kinerja LPS agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Ia berharap Ketua DK LPS yang baru membawa visi yang jelas dalam mempercepat klaim, memperluas regulasi penjaminan simpanan digital, menyiapkan program penjaminan asuransi yang kredibel, serta memperkuat koordinasi resolusi perbankan.
“Kepercayaan masyarakat pada perbankan dan asuransi adalah modal utama. Ketua DK LPS yang baru bukan hanya menjaga stabilitas, tetapi juga memastikan perlindungan nyata bagi nasabah di era digital,” pungkasnya.