Jakarta, JURNALBABEL – Juru Debat Badan Pememnangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ramson Siagian angkat bicara soal klaim pemerintah yang menyebut tingginya utang era Joko Widodo (Jokowi) digunakan untuk membangun infrastruktur.
Ramson mengatakan, klaim bahwa utang pemerintah digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur tidak sepenuhnya benar. Sebab, kata Ramson, ada sejumlah proyek pembangunan yang hingga kini belum rampung pengerjaannya.
“Proyek pembangkit listrik 35.000 mega watt misalnya, ini direncanakan sejak 2014 sampai sekarang hanya 3 persen yang on, yang sudah mendistribusikan listrik 3—5 persen, jadi 95 persen belum on, kemungkinan baru selesai di tahun 2026,” kata Ramson dalam diskusi ‘Kemelut Hutang di Negeri Gemah Ripah Loh Jinawi’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, (30/1/2019)..
“Jadi yang digembar-gembor membangun 35.000 mega watt pembangkit listrik, relaitasnya tidak benar. Selama ini seakan proyek ini yang menimbulkan utang, padahal ini belum selesai. Itu sebabnya investor mulai mengeluh,” imbuh Anggota VII DPR RI ini.
Sementara itu, Analis Ekonomi Politik Kusfiardi mengatakan utang pemerintah era Jokowi tidak digunakan untuk hal-hal yang produktif. Hal itu terlihat dari strategi pemerintah yang seolah gali lubang utang baru untuk menutup lubang cicilan pokok dan bunga utang lama.
“Hari ini kita sudah tau bahwa untuk membayar bunga pemerintah harus buat utang baru. Strategi ini menunjukkan utang tidak dikelola dengan baik. Harusnya setiap item pembangunan yang dibiayai utang bisa menggenjot pemasukan negara agar pemerintah bisa membayar utang dan mengeskalasi pembangunan selanjutnya,” kata Kusfiardi.
Pengelolaan Tak Tepat
Masih ditempat yang sama, Tim ahli ekonomi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fuad Bawazier mengatakan, meroketnya utang pemerintahan Joko Widodo karena menagemen pengelolaan uang hasil utang itu tidak tepat sasaran. Hal ini menjadi salah satu indikator utang kian meningkat di rezim ini.
“Utang ini tidak jelas ini untuk apa. Berapa bayar bunga, untuk subsidi berapa untuk macam-macam tidak terperinci,” kata Fuad.
Dengan begitu, peningkatan nilai utang tidak berpengaruh kepada peningkatan perekonomian nasional. Menurut dia, bila pemakaian uang dari hasil utang tepat sasaran, maka, akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Utang memang bertambah dengan cepat tapi pertumbuhan ekonomi tidak meningkat hanga 5 persen saja. Karena penggunaan utang tidak efektif,” ujar dia.
Bekas Menteri Keuangan ini memandang, pengelolaan uang dari hasil utang pemerintahan saat ini beda jauh dengan pemerintahan sebelumnya.
Pada pemerintahan sebelum Jokowi, uang dari hasil utang dikelola secara terperinci. Sehingga, peningkatan utang tak naik sebesar saat ini.
“Sekarang utangnya penggunaan tidak jelas. Tidak efektif. Karena tidak semua untuk projek tapi sebagian itu adalah untuk pengeluaran yang sifatnya rutin atau tidak layak dibiayai dari pinjaman. Makanya perlu dilakukan reformasi APBN,” jelas dia.
Fuad meyakini, reformasi APBN perlundilakukan agar bisa mengatasi defisit neraca perdagangan.
“Kalau itu direformasi itu tidak akan defisit APBN. Kan sama saja tidak ada utang baru,” ujar dia.
Nilai utang Pemerintah Indonesia per Desember 2018 mencapai Rp 4.418 triliun dari sebelumnya senilai Rp 3.995 triliun, atau naik 10,5% sepanjang tahun. (Joy)
Editor: Bobby