Jakarta, JurnalBabel.com – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan pemerintah Indonesia bersalah dalam kasus pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus-September 2019. Sidang putusan dipimpin oleh Hakim Ketua Nelvy Christin serta hakim anggota Baiq Yuliani SH dan Indah Mayasari.
“Mengabulkan gugatan para Penggugat. Menyatakan tindakan-tindakan pemerintah yang dinyatakan oleh Tergugat I dan II… adalah perbuatan melanggar hukum,” ujar Hakim Ketua Nelvy di PTUN Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Pihak Tergugat I adalah Presiden Joko Widodo dan Tergugat II mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Sementara Penggugat I ialah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) diwakili oleh Abdul Manan dkk; Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) diwakili oleh Damar Juniarto dkk. Perkara diajukan 21 November 2019 dengan Nomor 230/G/TF/2019/PTUN.JKT.
Tindakan melanggar hukum yang dimaksud berupa:
1. Pelambatan akses bandwith di beberapa wilayah kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat dan Papua pada 19 Agustus 2019 (saat kerusuhan meletus karena provokasi aksi rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya beberapa hari sebelumnya), pukul 13.00 WIT-20.30 WIT.
2. Pemblokiran layanan dan/atau data pemutusan akses internet secara menyeluruh di 29 kota/kabupaten Provinsi Papua dan 13 kota di Papua Barat dari 21 Agustus sampai setidak-tidaknya 4 September 2019 hingga pukul 23.00 WIT.
3. Tindakan pemerintah yang memperpanjang pemblokiran internet di empat kabupaten di wilayah Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya dan di dua kabupaten di wilayah Papua Barat yakni Kota Manokwari dan Kota Sorong pada 4 September pukul 23.00 WIT sampai 9 September 2019 pada 20.00 WIT.
Dalam situs resmi PTUN Jakarta, hakim juga menghukum para Tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia.
Mereka juga dihukum agar meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat dan tanggung renteng di tiga media cetak nasional (Koran Tempo, The Jakarta Post, dan Kompas) seluas 1/6 halaman, juga permintaan maaf kepada seluruh pekerja pers dan enam stasiun televisi (Metro TV, RCTI, SCTV, TV ONE, TRANS TV dan Kompas TV) maksimal satu bulan setelah putusan yang disiarkan pada tiga stasiun radio (Elshinta, KBR dan RRI) selama satu minggu.
Redaksionalnya ditentukan sebagai berikut: “Kami pemerintah Republik Indonesia dengan ini menyatakan: Meminta maaf kepada seluruh pekerja pers dan warga negara Indonesia atas tindakan kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat.”
Hakim juga menyebutkan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum; serta menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebanyak Rp457 ribu.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, menyambut baik putusan tersebut. Sekaligus ia mengingatkan pemerintah untuk lebih belajar dalam berdemokrasi. “Kita semua, khususnya pemerintah, harus bisa lebih arif mengambil ini sebagai pelajaran penting dalam demokrasi,” katanya saat dihubungi, Rabu (3/6/2020).
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR ini, mengakses internet adalah bagian dari hak asasi manusia. Namun, jika bicara akses konten internet, maka negara kita membatasi, tidak semua konten dapat diakses. Karena ini adalah hak asasi manusia, sesuai amanat UUD NRI Tahun 1945, maka pengaturannya harus dengan undang-undang. “Untuk itulah UU ITE hadir,” ujarnya.
Berdasar putusan PTUN, Sukamta melanjutkan, yang dilakukan pemerintah di Papua waktu itu adalah melakukan pemutusan akses internet, bukan pemutusan akses terhadap konten internet tertentu. Ia menilai hal ini tentu menyalahi amanat UU ITE Pasal 40.
“Putusan ini juga menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar jangan suka melanggar aturan. Jika pemerintahnya saja suka melanggar aturan, bagaimana dengan rakyatnya,” pungkas Wakil Rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini. (Bie)
Editor: Bobby