Jakarta, JurnalBabel.com – Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari memutuskan untuk menghentikan program paket pelatihan kartu prakerja.
Keputusan itu tertuang dalam surat Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja nomor S-148/Dir-Eks/06/2020/pada 30 Juni 2020 yang ditujukan kepada mitra prakerja yaitu SekolahMu, Sisnaker, Skill Academi by Ruangguru, Bukalapak, MauBelajarApa, Pijar Mahir, Pintaria dan Tokopedia.
Berdasarkan evaluasi, ada beberapa hal yang menjadi catatan dari Manajemen Pelaksana (MP) di antaranya adalah mengenai tidak ada mekanisme yang dapat memastikan setiap peserta pelatihan menyelesaikan seluruh pelatihan.
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi IX DPR Adang Sudrajat menyatakan “Kartu Prakerja sangat pantas diberhentikan karena tidak jelas manfaatnya bagi rakyat tapi dengan anggaran besar,” kata Adang Sudrajat saat dihubungi Jumat (3/7/2020).
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, program Kartu Prakerja ini harus di evaluasi secara menyeluruh. Apalagi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini melakukan penelitian dan menemukan 4 point permasalahan dalam program yang menghabiskan anggaran Rp 20 triliun dengan target 5,6 juta peserta ini yang harus dibenahi oleh pemerintah.
Pertama, proses pendaftaran yang belum mengoptimalisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk validasi peserta. Kedua, adanya potensi masalah pada penunjukan platform digital yang tidak dilakukan oleh penyelenggaraan Kartu Prakerja dan konflik kepentingan antara platform digital dan lembaga pelatihan.
Ketiga, banyak konten pelatihan kartu Prakerja yang tidak layak. Beberapa konten juga tersedia secara gratis di YouTube dan konten pelatihan tidak melibatkan ahli. Keempat, tataran pelaksanaan. KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.
“Program Kartu Prakerja ini harus dikonsep ulang,” tegasnya.
Terkait pengawasan, legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat II ini meminta tidak berada dibawah Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian.
“Baiknya ada dalam pengawasan komisi terkait yaitu komisi IX DPR. Jangan dibawah Kemenko,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby