Jakarta, JurnalBabel.com – Realisasi dana desa sebagai salah satu kebijakan moneter merupakan contoh kebijakan yang tepat guna dalam krisis ekonomi dan krisis Kesehatan saat ini. Penyesuaian dan optimalisasi dana desa dilakukan untuk mendorong pembangunan desa dan mencegah terjadinya krisis ekonomi berat di pedesaan.
Peran pemerintah melalui penyesuaian kebijakan serta optimalisasi realisasi dana desa, dinilai sangat penting. Hal ini ditujukan agar stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara umum tetap terjaga, khususnya di masa krisis Covid-19.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR sekaligus Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, menyampaikan bahwa BLT Dana Desa, Padat Karya Tunai Desa, dan Desa Tangguh Covid-19 harus terus dilanjutkan.
Anis menjelaskan bahwa berdasarkan Permendesa No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Anis menambahkan bahwa berdasarkan Paparan Menteri Keuangan dalam Raker dengan Komisi XI DPR RI, pada 27 Januari 2021, dijelaskan realisasi transfer dana desa pada tahun 2020 mencapai 99,9 persen dengan nilai Rp71,10 Triliun dari alokasi Rp71,19 Triliun. Tercatat sejak tahun 2015 hingga tahun 2020, Pemerintah telah menyalurkan total dana desa sebesar Rp327,60 Triliun.
“Hal ini berdampak positif pada meningkatnya jumlah desa mandiri dari sebelumnya sebanyak 845 desa pada tahun 2019, menjadi 1741 desa mandiri pada tahun 2020,” kata Anis Byarwati dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/3/2021).
Meski demikian, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menegaskan bahwa PKS tetap memiliki catatan sebagai masukan. Pertama, per tanggal 15 Desember 2020 lalu, Dana Desa baru mencapai serapan 66,4%. Artinya, dalam waktu 2 pekan, tersisa Rp23,9 triliun atau 33,6% yang harus digunakan.
Lambatnya penggunaan Dana Desa ini karena bingungnya para Kepala Desa terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa yang sudah diubah sebanyak 3 kali, begitu juga Permendesa No. 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
“Oleh karena itu, sebaiknya peraturannya jangan terlalu sering direvisi,” ujarnya.
Kedua, anggaran pengendalian dana desa oleh Kemendesa PDTT tahun 2021 hanya mencapai Rp10 miliar untuk 33 provinsi untuk seluruh 74.948 desa. “Oleh karena itu, anggarannya harus ditambah,” tegasnya.
Ketiga, pada tanggal 15 Januari 2021 lalu, Mendesa PDTT menyatakan sepanjang tahun 2015-2020 Dana Desa telah dialokasikan sebagai modal BUMDes dengan jumlah mencapai Rp 4,2 triliun dan memberikan hasil keuntungan Rp 1,1 triliun atau baru 26% untuk PADes (Pendapatan Asli Desa).
“Oleh karena itu, berkaitan dengan peningkatan alokasi Dana Desa tahun 2021 sebesar Rp72 triliun atau meningkat 1,1 persen dari tahun sebelumnya yang hanya Rp71,2 triliun, Fraksi PKS meminta penyertaan modal BUMDes ini lebih ditingkatkan lagi namun dengan pengelolaan BUMDes yang lebih baik,” pungkasnya. (Bie)