Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Mohamad Muraz, mendukung agar status kependidikan Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) tidak berubah menjadi politeknik di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Ia sepakat dengan Rektor IPDN, agar IPDN tidak menjadi politeknik atau akademi.
“Saya sepakat yang disampaikan Pak Rektor agar IPDN ini tetap statusnya, tidak jadi poltek atau akademi. Kalau jadi poltek atau akademi, ya bagaimana pemda-pemda mau bersaing? Salah satunya kan lulusan IPDN ini yang menjadi harapan ke depan baik di Kemendagri maupun di pemda-pemda,” kata Muraz saat mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI dengan Rektor IPDN Hadi Prabowo beserta jajarannya, di Sumedang, Jawa Barat, Rabu (23/3/2022).
Di sisi lain, politisi Partai Demokrat tersebut menyoroti proses seleksi penerimaan calon praja IPDN yang sudah beralih ke sistem online.
Muraz berharap agar proses seleksi penerimaan calon praja berbasis online tersebut dapat mengantisipasi adanya indikasi kecurangan. Berkaca pada proses seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) berbasis online yang kerap mengalami kecurangan.
“Yang kedua, Pak Rektor menyampaikan tes sekarang sudah online ya, dulu tesnya masih offline dan sangat bagus Pak. Dan saya kira tes IPDN ini sangat jujur lah. Saya sebut sangat jujur karena anak saya pun enggak lulus, banyak yang lain juga enggak lulus. Jadi kalau sekarang beralih ke online, saya jadi ingat kemarin tes CPNS online ternyata banyak kecurangan. Curangnya jadi lebih mudah begitu. Jadi tolong diantisipasi kemungkinan-kemungkinan kecurangan yang terjadi di CPNS dengan online,” pesan Muraz.
Muraz juga mendorong adanya peningkatan kualitas bagi lulusan Praja IPDN. Khususnya agar Praja IPDN mudah beradaptasi dengan baik bersama masyarakat. Karena setelah mereka lulus akan berhadapan langsung dengan masyarakat.
Kemudian dari segi penguasaan bahasa, ia berharap Praja IPDN mampu berbahasa asing, seperti Inggris maupun Cina. Mengingat tatanan kehidupan sudah welcome terhadap budaya dan bahasa asing.
“Yang berikutnya pak Rektor, kalau saya melihat perilaku antara lulusan dulu APDN dengan STPDN. Kalau IPDN saya agak belum tahu ini ya baru sebentar. Cuma dari segi unggul dan daya saing, saya harap bisa ditingkatkan. Saya lihat perilaku anak-anak kita STPDN agak berbeda dengan APDN dulu. APDN dulu itu sangat pandai dia bergaul dengan masyarakat, jadi beradaptasi dengan masyarakat itu mudah, tapi yang STPDN ini ke sini agak sulit begitu,” paparnya.
Terakhir, Muraz berharap tenaga pengajar atau dosen yang mengajar di IPDN diberikan kesempatan untuk mengecap pendidikan di luar negeri agar memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih optimal.
“Tadi yang disampaikan oleh Pak Rektor ternyata dosen-dosen di IPDN ini belum diberi kesempatan untuk bisa mendapatkan pendidikan ke luar negeri secara kedinasan. Padahal di pemda, di daerah, kota/kabupaten sudah mulai staf kita ada (lulusan) S2, S3 di luar negeri dari berbagai negara,” jelasnya.
“Nah kalau sekarang dosennya belum diberi kesempatan, sehingga mungkin wawasan luar negeri bahasanya jadi kurang ya. Dampaknya ini mungkin perlu diperjuangkan oleh Kemendagri dan oleh Komisi II, bahwa dosen IPDN ini saya kira sangat penting untuk diberi wawasan dengan pendidikan luar negeri,” sambung legislator dapil Jawa Barat IV tersebut.
Sebelumnya, Rektor IPDN Hadi Prabowo menyampaikan agar Komisi II DPR RI membantu menyuarakan agar IPDN tidak diubah statusnya menjadi politeknik di bawah Kemendikburistek.
“Kami mohon bantuan kepada Bapak/Ibu anggota Dewan, bahwa saat ini pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang sekolah kedinasan. Pada saat pembahasan dengan Kemendikbud, IPDN ini dihormati, dilihat dari sisi aspek sejarahnya karena lahir berdasarkan Keppres, perkembangannya berdasarkan Keppres dan Perpres. Maka masuk di aturan peralihan yaitu tetap dengan nama institut,” jelas Hadi.
“Namun konsepsi terakhir yang masuk di Menko PMK ini langsung berubah menjadi seluruh sekolah kedinasan akan menjadi politeknik yang akademik. Nah kami tetap bertahan tidak mau, karena di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, UU Nomor 12 Tahun 2012, maupun PP Nomor 4 Tahun 2010 tentang Sekolah Kedinasan, sebetulnya mereka negara ini memberikan kebebasan ada universitas, ada institut ada politeknik. Kalau kita jadi politeknik, sudah kita dikecilkan lagi, kasihan pak Warek-Warek ini tidak akan jadi Rektor, kepala-kepala biro harus pergi dari IPDN, dan anggarannya untuk IPDN pasti lebih kecil lagi,” kata Hadi. (Bie)
Sumber: dpr.go.id