Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Mohamad Rano Alfath, menilai Komisi Yudisial (KY) melenceng dari ketentuan peraturan perundang-undangan mengusulkan kewenangan penyadapan secara independen.
Pasalnya, kata Rano, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, KY adalah lembaga yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Artinya, lanjut Rano, KY adalah lembaga pengawas etik bagi hakim dan bukanlah penegak hukum. Selain itu, Rano berpandangan semua kebijakan atau statement yang diberikan KY itu sifatnya rekomendasi dan tidak bisa atau dipaksakan terhadap Mahkamah Agung (MA).
“Jadi saya kira apabila KY diberikan kewenangan penyadapan secara independen tanpa didampingi APH lain, justru lumayan melenceng dari undang-undang,” kata Rano Alfath kepada wartawan, kemarin.
Sebelumnya, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito mengatakan pihaknya akan mengusulkan ke DPR agar diberi kewenangan menyadap hakim secara mandiri. Pasalnya, KY saat ini bisa menyadap hakim, tapi harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain.
Hal itu dikatakan Joko Sasmito di Jakarta, Rabu (28/12/2022), pasca kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh dua oknum hakim agung.
Politisi muda PKB ini melanjutkan, yang berhak melakukan penyadapan yakni penegak hukum seperti polisi, jaksa, atau KPK untuk kepentingan penyelesaian kasus hukum. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana bahwa para penegak hukum untuk kepentingan penyelesaian kasus hukum.
Dengan begitu, tambah Rano, berdasarkan UU KY yang sekarang kewenangan penyadapan KY harus bekerjasama dengan Polri, Kejaksaan dan KPK.
“KY juga sudah memiliki MoU untuk melakukan penyadapan dengan ketiga institusi itu, maka yang harus ditingkatkan adalah sinergitas antar lembaga ini supaya pengawasan terhadap hakim bisa lebih optimal lagi,” jelasnya.
Kendati demikian, anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI ini mendukung penuh tekad reformasi internal yang akan dilakukan ketua Mahkamah Agung pasca kasus oknum hakim agung di KPK.
Dia menyakini Ketua MA dapat melakukan reformasi peradilan sistemik sebagai pembelajaran dan evaluasi terhadap institusi MA.
“Beliau juga sudah menyatakan tidak gentar dan akan membabat habis para makelar kasus, termasuk upaya menutup semua celah bagi terjadinya transaksi dalam proses penanganan perkara. Salah satunya dilakukan dengan memperkuat peran satgassus yang bertugas mengawasi dan mengontrol seluruh aparatur di lingkungan MA,” kata legislator asal Banten ini. (Bie)