Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago, menyoroti keterbatasan anggaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang tidak mencakup penyediaan alat kontrasepsi dan pendataan keluarga lima tahunan.
Ia menilai pemerintah perlu mengkaji ulang agar program strategis pembangunan keluarga berencana terkait penyediaan alkon (alat kontrasepsi) ini akan menjadi masalah ketika masuk dalam bonus demografi.
Irma juga menegaskan bahwa pembangunan keluarga merupakan salah satu tugas pokok BKKBN yang perlu diperkuat. Ia mengungkapkan, dari sekitar 7,91 juta kehamilan per tahun, terdapat 2,8 juta atau 38 persen yang tidak diinginkan.
“Akibat kehamilan yang tidak diinginkan itu banyak terjadi TPPO, diijon, bahkan anak-anak diperjualbelikan oleh oknum yang tidak jelas. Dari jumlah itu, sekitar 1,8 juta berakhir dengan aborsi, sebagian besar dilakukan tidak aman. Ini jelas membahayakan,” tegas Irma Suryani dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Menurut Irma, kondisi tersebut seharusnya mendorong BKKBN, Kementerian Kesehatan, dan BPOM untuk memperkuat koordinasi. Ia mengingatkan, tanpa sinergi, strategi promotif dan preventif tidak akan berjalan, sementara beban kuratif semakin tinggi.
“Program-program strategis pembangunan keluarga berencana ini akan bermasalah ketika kita masuk bonus demografi. Kalau sekarang saja belum ada solusi, dengan lapangan kerja sempit dan PHK besar, ditambah rakyat miskin tidak punya akses kontrasepsi, ini bisa jadi bencana,” ungkapnya.
Irma menutup dengan desakan agar pemerintah menambah anggaran BKKBN demi mendukung program yang lebih efektif. Ia menilai, Kementerian Keuangan dan Bappenas perlu segera memberi perhatian serius terhadap kebutuhan tersebut.
“Perlu Bapak sampaikan kepada Presiden, Menteri Keuangan, dan Bappenas bahwa ini penting. Anggarannya harus disesuaikan agar semua program bisa berjalan dengan baik,” pungkasnya.