Jakarta, JurnalBabel.com – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) menggugat pemilu serentak ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor 35/PUU-XX/2022, karena dinilai inkonstitusional dan berharap Pemilu 2024 digelar dua babak, yaitu pemilihan legislatif (pileg), kemudian dilanjutkan pemilihan presiden (pilpres).
Pasal yang diuji Partai Gelora adalah Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi:
Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi:
Pemungutan suara Pemilihan Umum diselenggarakan secara serentak.
Pasal di atas dinilai Partai Gelora bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Kuasa Hukum Partai Gelora, Said Salahudin, mengatakan jika partai politik Peserta Pemilu 2019 yakin memperoleh suara dan/atau kursi DPR RI dalam jumlah lebih banyak di Pemilu 2024, maka Permohonan Partai Gelora kepada MK agar menyatakan Pileg 2024 digelar lebih awal daripada Pilpres, layak didukung.
Begitu pula dengan partai politik non-Peserta Pemilu 2019, tambah Said, jika kelak berhasil ditetapkan sebagai Peserta Pemilu, maka suara dan/atau kursi DPR RI yang diperoleh pada Pileg 2024 bisa digunakan untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2024.
“Capres-Cawapres lebih adil diusulkan Parpol Peserta Pemilu 2024,” kata Said dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/4/2022)
(Bie)