JJurnalbabel.com—Kurangnya perhatian dari praktisi arsitektur dan desain interior terhadap kebutuhan penyandang disabilitas masih menjadi masalah serius. Banyak bangunan dan ruang publik lainnya yang tidak memenuhi standar desain inklusif, sehingga penyandang disabilitas sering menghadapi berbagai hambatan.
Isu tersebut disampaikan Rachmita Maun Harahap. Sosok ini, adalah, Dosen Fakultas Desain dan Seni Kreatif, Universitas Mercu Buana. Ia ungkapkan isu itu, pada acara International Conference of Researching the Deaf Community di Moscow, pada 31 Mei sampai 4 Juni 2024.
Pada acara tersebut Mitha, demikian panggilan akrabnya, menyampaikan makalah hasil penelitiannya yang berjudul “Perspektif Praktisi Arsitek dan Desainer Interior Terhadap Implementasi Desain Inklusif Dalam Pengembangan Proyek Arsitektur Interior Bagi Penyandang Disabilitas.”
Menurut Mitha, kesadaran dan pengetahuan yang rendah tentang desain inklusif mengakibatkan banyak desain yang tidak ramah bagi semua pengguna, menunjukkan perlunya perbaikan dalam menciptakan lingkungan yang benar-benar inklusif dan dapat diakses oleh semua orang.
“Sebagaimana dalam Undang-undang 8 tahun 2016 pasal 18 hak aksesibilitas dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan dan Gedung bahwa Penyandang Disabilitas mendapatkan hak untuk aksesibilitas berupa akomodasi yang layak untuk memanfaatkan setiap fasilitas publik” kata Mitha.
Panitia acara dan peserta menyampaikan antusiasme terhadap desain inklusif, hal tersebut karena masyarakat di Rusia maupun negara lain belum banyak mengetahui tentang arsitektur interior inklusif khususnya bagi disabilitas yang tidak terlihat seperti Tuli, disabilitas disleksia, grahita, autis, bipolar dan depresi “kata Komisioner Komisi Nasional Disabilitas RI (2021-2026).
“Banyak peserta internasional yang tertarik dengan topik saya dan baru menyadari pentingnya arsitektur interior bagi disabilitas” tambah Perempuan kelahiran Padangsidempuan, Sumatera Utara ini.
Lebih lanjut Mitha mengejelaskan keterlibatannya dalam acara konferensi internasionalnya dari undangan panitia pada Februari lalu. Setelah mengirim abstrak sesuai dengan sembilan subtema yang disediakan, pada bulan Maret ia diminta untuk melakukan pertemuan daring sebelum diundang secara luring ke Moscow.
“Saya sering diundang sebagai pembicara baik nasional maupun internasional dengan topik-topik dari hasil penelitian sebelumnya. Alhamdulillah, saya siap menghadapi tantangan ini,” pungkas Mitha. (sfn)
Reporter : Dudi Hartono