Jakarta, JurnalBabel.com – Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, menyatakan terlepas soal barter jabatan dan praktik transaksional yang bersifat koruptif, mungkin juga Anggota DPR yang berasal dari fraksi-fraksi yang setuju atas pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebetulnya memiliki kepentingan tersembunyi.
Pasalnya, data menunjukan pada saat Anggota DPR Periode 2019-2024 dilantik, ada 262 Anggota yang berprofesi sebagai pengusaha.
“Itu artinya, hampir 46 persen kursi DPR diduduki oleh para pemilik modal alias para cukong,” kata Said Salahudin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).
Lebih lanjut Said mengatakan angka itu sekarang mungkin saja sudah bertambah melampaui separuh jumlah kursi parlemen. Sebab, seolah sudah menjadi tradisi mereka yang menduduki posisi penting kenegaraan biasanya akan langsung terjun ke dunia bisnis.
“Kalau para ketua umum parpol jangan ditanya deh. Rata-rata dari mereka adalah para pengusaha besar,” ungkapnya.
Sebab itu, tambahnya, UU Ciptaker dianggap menguntungkan bagi para pelaku bisnis.
“Maka para Anggota DPR yang merangkap sebagai pengusaha itu mungkin saja ingin mengamankan kepentingan usahanya, sehingga sanggup mengalahkan kepentingan rakyat demi kepentingan pribadi dan kepentingan kelompoknya,” pungkasnya.
RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU di Rapat Paripurna DPR yang juga dihadiri perwakilan Presiden salah satunya Menko Perekonomian Airlangga Hartanto pada Senin (5/10/2020).
Rapat pengesahan tersebut sempat diwarnai akhir WO oleh Fraksi Partai Demokrat. Hal itu terjadi karena saat anggotanya yakni Benny Kabur Harman menyampaikan intrupsi, mic nya dimatikan pimpinan rapat Ketua DPR Puan Maharani atas arahan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang mendampingi Puan memimpin rapat.
Fraksi PKS juga menolak RUU ini. Sementara 7 fraksinya yakni Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PPP, menyetujui dan ada beberapa fraksi yang memberikan catatan.
Sementara kalangan buruh kemarin melakukan aksi demo dibeberapa daerah dan juga pada 6-8 Oktober melakukan aksi mogok kerja.
(Bie)