Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VII DPR, Sartono Hutomo, mengingatkan Pemerintah, khususnya Kementerian ESDM untuk tidak terburu atau ojo kesusu dalam suntik mati PLTU. Terlebih menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, harus dipikirkan secara matang dan menyeluruh dalam membuat kebijakan atau suntik mati PLTU ini.
“Harus dengan kajian komprehensif. Jangan gegabah karena dana yang diperlukan sangat banyak, harus ada skala prioritas dalam menerapkan kebijakan,” kata Sartono dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/10/23).
Politisi Partai Demokrat ini juga mengingatkan saat ini kebutuhan pangan sedang melonjak tinggi. Mulai dari pupuk, BBM, bahkan minyak dunia juga sedang naik.
“Yang artinya APBN harus hadir dalam membantu ekonomi rakyat,” ujar dia.
Sartono menjelaskan, menyuntik mati PLTU berarti mematikan aset produktif pembangkit listrik. Oleh karena itu harus ada biaya kompensasinya.
“Harus dihitung ulang jangan sampai hanya tambah membebani,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sartono kembali mengingatkan, saat operasi PLTU batu bara disetop, maka itu menjadi aset mangkrak bagi PLN. Masalah berikutnya, mencari sumber energi terbarukan sebagai pengganti PLTU juga butuh modal tidak sedikit.
“Selama ini, PLN mendapatkan pasokan listrik dari PLTU tersebut untuk ditransmisikan ke berbagai daerah. Ini harus dipikirkan karena harus mencari cadangan sumber listrik,” kata Sartono.
Namun, jika pemerintah memang memaksa agar PLTU itu untuk disegera disuntik mati, sebaiknya menunggu komitmen negara donor yang sudah berjanji akan memberikan hibah atau dana murah melalui skema JETP (Just Energy Transition Partnership).
“Jangan sampai memberikan angin segar tapi ditinggal saat pelaksanaan,” sindir legistor asal Dapil VII Jawa Timur
Diketahui, Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 Tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.
Melalui aturan baru tersebut, pembiayaan terkait penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini akan menggunakan APBN.
Dua PLTU yang akan menjadi proyek pilot suntik mati pemerintah terhadap PLTU batu bara adalah PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon-1.
Sejauh ini, mekanisme suntik mati terhadap PLTU Pelabuhan Ratu dilakukan dengan cara alih kelola dari PT PLN kepada PT Bukit Asam.
Semula, PLTU ini direncanakan beroperasi selama 24 tahun, namun setelah pengalihan tersebut, masa operasional pembangkit dipangkas hanya menjadi 15 tahun.
Sedangkan rencana suntik mati kepada PLTU Cirebon-1 akan menggunakan skema Energy Transition Mechanism (ETM) dengan dukungan Asian Development Bank (ADB). ADB telah meneken perjanjian untuk memensiunkan PLTU berbahan bakar batu bara Cirebon-1 di Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
(Bie)