Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi II DPR mempertanyakan mantan narapidana koruptor dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang diatur dalam rancangan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017. PKPU tersebut menjadi polemik karena bertentangan dengan peraturan diatasnya yakni Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada.
Dalam UU Pilkada mantan narapidana termasuk koruptor diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah, namun yang bersangkutan harus mengumumkan di depan publik bahwa ia mantan narapidana.
“Syarat pencalonan kepala daerah, kami ingun tanyakan keinginan pemerintah yang kuat untuk bersih dari kasus korupsi. KPU harus keras, bagaimana merumuskan redaksional. Nanti norma-norma tidak melanggar HAM,” ujar anggota komisi II DPR, Agung Widyantoro dalam Rapat Dengar Pendapat membahas mengenai PKPU bersama KPU, Bawaslu, Dirjen Otda, Dirjen Dukcapil, Dirjen Polpum di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019).
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah ini mengungkapkan penerapan ketentuan ini terdapat celah di lembaga peradilan. “Ada yang lupa atau pertimbangan hakim amar putusan tidak mencabut hak-haknya, bagaimana sikap KPU, Bawaslu, pemerintah agar dapat kepala daerah kadar emasnya 24 karat, lebih bersih,” kata politisi Partai Golkar ini.
Ditempat yang sama anggota komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Johan Budi Sapto Wibowo, menambahkan PKPU tidak boleh bertentangan dengan aturan UU yang lebih tinggi. “Menurut saya ini ukurannya norma budaya, etika, tidak melakukan perbuatan tercela,” ujar Johan Budi.
Lebih lanjut mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai norma tidak pernah melakukan perbuatan tercela bahwa masing-masing orang dapat definisikan sendiri-sendiri. Lebih luas maknanya. “Cantunkan satu saja. Perbuatan tercela sudah mencakup semua,” katanya.
Mantan juru bicara kepresidenan menandaskan bahwa ia tidak ingin membuat aturan acuan maupun dasar hukumnya tidak pasti. “Saya takut buat aturan kita tidak punya acuan yang pasti,” tandasnya. (Bie)
Editor: Bobby