Jakarta, JurnalBabel.com – Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke DI Yogyakarta, Senin (3/4/2023), dalam rangka penelaahan terhadap laporan hasil pemeriksaan BPK RI tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) pada Lembaga Negara.
Pejabat kementerian keuangan dan sejumlah pejabat BUMN menghadiri acara ini, diantaranya jajaran dirut dari PLN, LPI, LPEI dan BPUI. Turut serta dalam rombongan BAKN DPR RI, Anis Byarwati, wakil ketua BAKN.
Pada kesempatan ini, Anis mengingatkan bahwa PMN diambil dari APBN. Dan APBN merupakan instrumen kesejahteraan rakyat. Cara negara untuk bisa mensejahterakan rakyatnya, melalui APBN.
“Karena itu APBN harus dikelola dengan spending better. Harus benar-benar dikelola oleh pemerintah dengan baik sehingga dampaknya bisa betul-betul mensejahterakan rakyat. Karena itu setiap rupiah yang diambil dari APBN harus bermakna bagi rakyat. PMN yang diberikan kepada beberapa BUMN, seharusnya kembali kepada negara dan negara mengelola lagi untuk bisa mensejahterakan rakyatnya,” tegas Anis.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS ini kemudian menyampaikan data sebagai gambaran makro yang menyebutkan bahwa jumlah BUMN di Indonesia mengalami penyusutan dari tahun 2015 hingga 2019.
Pada tahun 2015-2016, jumlah BUMN sebanyak 118 perusahaan yang terdiri dari 84 persero 14 perum dan 20 persero Tbk. Pada tahun 2017-2019 berkurang menjadi 115 hingga 113 perusahaan dengan penyusutan terbanyak pada persero Tbk.
Penyusustan ini disinyalir karena adanya beberapa penggabungan BUMN menjadi satu holding terutama di sektor pertambangan. Yang menjadi krusial adalah sumber penerimaan negara karena prosentase kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara sangat rendah.
Selanjutnya, Anis mengungkapkan, deviden yang bisa diberikan kepada negara (prosentase total kontribusi BUMN terhadap pendapatan negara) hanya sebesar 22,2%. Rata-rata prosentase deviden terhadap total pendapatan negara pada periode yang sama pada periode 2015 sampai 2019 hanya sebesar 2,5%.
“Angka ini sangat memprihatinkan, mengingat jumlah BUMN di Indonesia mencapai 113,” tutur Anis.
Sementara itu, laba yang dihasilkan oleh BUMN terhadap PDB hanya sekitar kurang lebih 16% sejak tahun 2018.
“Ini harus menjadi evaluasi kita bersama terhadap pemberian PMN untuk BUMN,” kata Anis.
Ia juga memaparkan data yang diberikan oleh pakar dan kalangan akademisi dalam rapat BAKN sebelumnya, yang menyebutkan bahwa dari 113 BUMN hanya 10 BUMN yang secara konsisten menyumbangkan laba kepada pendapatan negara selama periode 2010 sampai 2019 satu diantaranya adalah PLN.
Dari 10 BUMN yang konsisten memberikan laba kepada pemerintah, hanya 4 BUMN yang memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan negara yaitu Pertamina, Telkom, Bank BRI dan Bank Mandiri.
“Data ini harus menjadi perhatian besar kita semua. Negara sudah memberikan modal yang begitu besar kepada BUMN, namun BUMN belum bisa mempersembahkan pendapatan yang layak untuk negara,” tutur Anis.
Terakhir Anis menyampaikan catatan bahwa walaupun sudah ada proses penilaian untuk pemberian PMN, namun kinerja BUMN per tahun harus tetap dievaluasi.
“Jangan sampai PMN hanya rutinitas tahunan dengan besaran yang diberikan hampir sama. Padahal PMN ini berasal dari uang rakyat, uang pajak yang dipungut dengan susah payah. Bagaimana mungkin setelah dikumpulkan menjadi APBN, seolah-olahkan dihamburkan tanpa ada timbal balik. Diberikan kepada BUMN yang tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap negara,” pungkasnya.