Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Illiza Sa’aduddin Djamal menyatakan fraksinya tetap memperjuangankan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.
Pasalnya, sudah ada kesepakatan bahwa RUU Minol ini juga masuk dalam prolegnas prioritas 2020.
RUU ini sejak periode anggota DPR 2009-2014 dibahas. Namun hingga kini belum dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. “Sekarang tinggal political will. Kemarin rapat ada yang ingin judulnya dirubah, jangan larangan, terlalu seram. Kita lagi bahas itu,” kata Illiza saat dihubungi, Kamis (12/11/2020).
Menurutnya, pihaknya mempunyai beberapa usulan RUU untuk dimasukan dalam prolegnas prioritas 2021. Yakni RUU Ekonomi Syariah, RUU Anak Yatim, RUU Wisata Halal. “Tapi kemudian kan hanya RUU Minol yang diutamakan. Diharapkan fraksi-fraksi lain memberikan dukungan,” ujarnya.
Anggota Komisi X DPR ini mengungkapkan alasan mengapa RUU Minol yang dipilih. “Ini kemaslahan, Islam itu bicara mudarod dan kemaslahan. UU kita kan bicara kemaslahan masyarakat. Semua yang kita lakukan ini menjalankan amanah. Konstitusi menjamin,” jelasnya.
Legislator asal Aceh ini juga menjawab pendapat anggota Baleg DPR yang menilai RUU ini akan menimbulkan persepsi negara-negara Islam dunia bahwa Indonesia melegalkan Minol.
“Negara-negara Islam sudah ada yang mengatul hal itu semua. Malaysia, Brunai Darussalam bahkan melarang total. Arab Saudi juga melarang, tapi juga Malaysia, Turkey, Abu Dhabi, Maroko, Iran dan banyak lagi lainnya,” ungkapnya.
Sebelumnya, anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Rahmat Muhajirin, yang juga anggota komisi hukum DPR ini menilai untuk mensahkan RUU ini akan semakin mengundang perdebatan di masyarakat. Pasalnya, 80 persen penduduk Indonesia muslim dan menjadi muslim terbesar di dunia. Artinya, sebut Rahmat, apabila RUU ini disahkan menjadi UU maka negara-negara Islam lainya di dunia akan mencap bahwa Indonesia melegalkan minuman beralkohol.
“Seandainya minuman beralkohol ini kita atur, ini apakah nanti pihak-pihak tertentu apakah tidak menuduh bahwa negara yang terbesar pemeluk agama Islamnya, kiblat dari negara-negara Islam lainnya ini, khawatirnya dituduh mengakui minuman beralkohol,” ungkapnya.
Legislator asal Jawa Timur ini lebih sepakat apabila ingin melarang minuman beralkohol, maka seluruh dilarang. Tidak ada pengecualian minuman beralkohol boleh diperjualbelikan atau dikonsumsi ditempat tertentu. Sementara apabila tidak dilarang atau seperti saat ini diperbolehkan minuman beralkohol diperjualbelikan, kata Rahmat, lembaga terkait serta pemerintah daerah (pemda) yang mengaturnya.
“Jangan terkesan negara melindungi kepentingan sekelompok atau bertindak kontraproduktif. Hari ini toh sudah ada yang mengatur,” katanya.
“Berkaitan dengan tindak pidana yang ditimbulkan akibat minuman keras, baik para pelakunya, produsennya, penggunanya, itu juga sudah ada aturan terkait. Contoh peraturan yang dikeluarkan Dinas Perdagangan terkait izin usahanya dan sebagainya,” pungkasnya. (Bie)