Jakarta, JURNALBABEL – Anggota Baleg DPR Fraksi Golkar, Firman Soebagyo mengaku prihatin atas tudingan Anggota Baleg Fraksi PDIP, Arteria Dahlan Yang melontarkan kecurigaan bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja disusun oleh pihak swasta dan tanpa sepengetahuan Presiden Jokowi.
Firman bilang, semua RUU inisatif pemerintah sebelum dikirim ke DPR dengan pengantar Surat Perintah (Surpres) dari Persiden sudah dilakukan harmonisasi diinternal pemerintah. Karena itu jika Arteria melontarkan dan mengklim bahwa RUU tanpa sepengetahuan Presiden Jokowi serta dengan tuduhan penyusunan RUU ada pesanan dari swasta hal itu merupakan kesalahan besar dan terkesan tdk memahami mekanisme pembahasan UU.
“Apalagi Arteria menuding dan tanpa menyebutkan menteri siapa menemui dia mengatakan tidak tau menahu tentang RUU ini,”?! kata Firman saat dihubungi, Selasa (4/8/2020).
Padahal, lanjut Firman dalam pembahasan di rapat sidang Baleg banyak para sekjen dan Dirjen mewakili instansi masing-masing kementerian/lembaga. kecualai menteri yg tdk dapat penugasan ya tdk tau”Jadi terkesan pertanyaan dan pernyataannya itu hanya membuat senasional saja,” sindir Anggota Komisi IV DPR ini.
Firman yang juga pernah menjabat Pimpinan Baleg inijuga membantah bahwa tidak mungkin seorang menteri melangkah dalam pembahasan RUU tanpa sepengetahuan dan penugasan dari presiden. Oleh karena itu firman mempersilahkan Arteri untuk menanyakan kepada presiden sendiri.
“Berikan waktu kepada dia (Arteria Dahlan) untuk ketemu Presiden, bicara langsung. Kalau bisa, kalau diterima, karena saya pernah mengalami itu,” kata Firman menegaskan.
Firman juga menjelaskan bahwa RUU ini digagas pemerintah sejak tanggal 16 Agustus 2019 atau tepatnya di tahun lalu saat presiden menyampaikan pidato kenegaraan di sidang Paripurna MPR dan RUU ini digagas karena tumpang tindihnya regulasi menghambat program pembangunan dan lambatnya investasi di Indonesia.
“Karena itu, Partai Golkar sebagai partai pendukung pemerintah konsisten untuk mendukung niat baik pemerintah demi memperbaiki regulasi tersebut,” tegasnya.
Sebelumnya, Arteria Dahlan melontarkan kecurigaan terkait rumusan RUU Cipta Kerja. Ia mempertanyakan kesesuaian rumusan aturan sapu jagat ini dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Saya mohon pemerintah bicaranya substantif dan tidak retorika. Mau nanya saya sekarang, yang buat omnibus ini sudah baca UU Nomor 23 Tahun 2014 tidak? Jangan-jangan yang buat ini orang swasta,” ujar Arteria.
Arteria awalnya menyoroti tentang diambilalihnya kewenangan pemerintah daerah oleh pemerintah pusat lewat omnibus law. Adapun yang menjadi salah satu perdebatan yakni terkait penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus mendapatkan persetujuan pusat.
Anggota Komisi Hukum DPR ini pun mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo cukup mendapat informasi terkait hal ini. Ia mengatakan jangan sampai omnibus law menjadi akal-akalan pihak tertentu saja. “Jangan sampai ini akal-akalan. Jangan jual-jual nama Pak Jokowi, jangan-jangan Pak Jokowi tidak tercerahkan dan tidak dijelaskan terkait hal ini,” kata Arteria.
Menanggapi pernyataan Firman yang menyarankannya bertemu Jokowi, Arteria pun mengaku terintimidasi. Selain Firman, dua politikus Golkar lain yakni John Kennedy Azis dan Nurul Arifin pun turut menanggapi Arteria.
“Saya bertanya dibilang menuduh. Saya bertanya dibilang ini kan partai pemerintah, dikaitkan sama Pak Jokowi, disuruh juga bertemu Pak Jokowi. Orang bertanya kok. Kalau kami tidak boleh kritis dan bertanya, ya, sudah, silakan saja, saya tidak akan bicara lagi,” ujar Arteria. (Bie)
Editor: Bobby