Jakarta, JurnalBabel – Komisi III DPR sudah memutuskan secara aklamasi Komjen Pol Idham Azis sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) pengganti Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam fit and proper test hari ini. Selanjutnya, Idham Azis yang kini menjabat sebagai Kabareskrim tinggal disahkan oleh DPR melalui rapat paripurna besok.
Track record Idham Azis ini dipertanyakan oleh pakar hukum pidana Suparji Achmad. Terutama ketika ia menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya pada 2017-2019, dimana ia tidak mampu mengungkap pelaku kasus penyiraman air keras penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Menurut Suparji, penyelesaian kasus Novel Baswedan ini bakal “tutup buku” dengan Idham Azis sebagai Kapolri. Salah satunya dilihat dari pernyataan Idham Azis ketika ditanya wartawan seusai fit and proper test. Pernyataan yang dimaksudnya yakni Idham Azis setelah resmi dilantik Presiden akan menyerahkan kasus itu ke calon Kabareskrim baru penggantinya.
Padahal berdasarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/2192/VIII/HUK.6.6/2019, penyidikan kasus Novel Baswedan sudah kedaluarsa besok. Kasus ini pun terjadi sejak Selasa (11/4/2017) silam. Belum lagi Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian tidak memberikan hasil walau tim pakar TPF sudah menyerahkan hasil penelaahan kepada polisi teknis.
“Tim khusus saja tidak selesai, masa diserahkan ke Kabarskrim? Bukan pesimis, fakta memang menunjukan seperti itu (kasus Novel berhenti/tutup buku),” kata Suparji Achmad di Jakarta, Rabu (30/10/2019) malam.
Lebih lanjut Suparji mengatakan kasus Novel Baswedan ini harus menjadi prioritas utama dituntaskan oleh Kapolri baru. Namun ia berpendapat harapan publik agar kasus ini segera dituntaskan sulit terwujud. Pasalnya, tim yang dibentuk oleh Tito Karnavian yang diketuai oleh Idham Azis, tidak membuahkan hasil hingga kini.
“Faktor kendala yang dialami seperti CCTV yang tidak akurat, sidak jari di gelas juga tidak ada. Maka kemudian sangat kecil untuk memenuhi ekspetasi publik,” ujarnya.
Novel Baswedan pernah menyebut bahwa aktor dibalik kasus yang dialaminya ini adalah jenderal politisi. Suparji menilai kendala itu merupakan unsur politis. Fakta kendala hukumnya, katanya, polisi tidak berhasil menemukan alat bukti. “Akhirnya berhenti kasus ini dari pada mengendap” tegasnya.
Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini juga mengungkapkan bahwa tidak ada niat dari Polri untuk tuntaskan kasus ini. “Kalau ada niat juga terlambat. Harusnya dari dulu,” katanya.
Kasus Novel Baswedan ini juga dikait-kaitkan dengan buku merah yang merupakan catatan milik pengusaha Basuki Hariman yang terjerat kasus suap import daging sapi bersama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Pasalnya, dalam buku merah itu diduga terdapat sejumlah aliran uang kepada pejabat Polri.
Buku merah ini pernah disita KPK dan kini telah diambil Polri untuk pengusutan atas dugaan pengerusakan alat bukti. Polisi menyita buku merah itu pada 29 April 2019 dengan membawa surat penetapan dari pengadilan karena tengah melakukan penyelidikan kasus perintangan penyidikan. Ini dilakukan oleh dua penyidik KPK yang berasal dari Polri, yakni Roland dan Harun.
Suparji menilai kasus buku merah ini sudah dihentikan oleh Polri. Artinya bisa dikatakan kasus ini tidak ada kaitannya dengan kasus Novel Baswedan. “Kasus buku merah sudah berakhir, sudah pernah dipakai sebagai alat bukti. Tapi tidak menemukan indikasi keterlibatan nama-nama tertentu,” pungkasnya. (Joy)
Editor: Bobby