Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio (Hensa), mempertanyakan kinerja tiga menteri di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terkait kisruh tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Tiga menteri yang dimaksud yakni Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Hensa mempertanyakan kinerja ketiga menteri tersebut karena baru bertindak atau bekerja setelah kisruh tambang nikel di Raja Ampat viral di media sosial baru-baru ini. Padahal, izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat sudah ada sejak 2013, namun IUP baru dicabut saat ini.
Hensa pun menilai ketiga menteri tersebut tidak bekerja karena baru bertindak setelah viral di medsos kisruh tambang nikel di Raja Ampat. Itu pun, lanjut Hensa, setelah Presiden Prabowo memanggil ketiga menteri tersebut ke kediamannya.
“Mohon para pejabat kita ini, jangan menunggu viral baru bergerak lah. Terus terang kalau buat saya setelah viral baru gerak, anda selama ini tidak kelihatan kerjanya,” kata Hensa dalam akun youtube pribadinya, Selasa (10/6/2025).
Disatu sisi, pendiri lembaga survei KedaiKopi ini mengapresiasi sikap Presiden Prabowo yang memanggil ketiga menteri tersebut terkait kisruh tambang nikel ini.
“Pak Prabowo wajar lah tanya menterinya. Loh kok baru tahu, gimana nih. Kenapa rakyat duluan yang teriak-teriak save raja ampat, kenapa nggak lu duluan langsung? Wah pak kalau saya bergerak sebelum viral saya dilihat seperti tidak ada penghargaannya,” sindir Hensa.
Satu Izin Tambang Lolos
Kabar terakhir, Prabowo mencabut empat izin usaha tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah memantik kritikan publik.
Empat perusahaan yang dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. PT GAG Nikel lolos.
“Atas petunjuk Bapak Presiden, pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Raja Ampat,” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, PT Gag tetap diizinkan beroperasi karena berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, perusahaan mematuhi aturan lingkungan hidup dan tata kelola limbah yang baik sesuai analisis mengenai dampak lingkungan hridup (Amdal).
“Dan tadi kan sudah lihat foto-fotonya pas meninjau itu. Alhamdulillah sesuai dengan Amdal. Sehingga karena itu juga adalah bagian dari aset negara selama kita awasi betul. Arahan Bapak Presiden kita harus awasi betul lingkungannya. Sampai dengan sekarang kami berpandangan tetap akan bisa berjalan,” kata Bahlil.
Bahlil mengatakan alasan kontrak karya PT Gag tidak dicabut karena jauh dari kawasan geopark. Kendati PT Gag tidak dicabut, Bahlil mengatakan pemerintah akan mengawasi ketat operasinya.
Izin Tambang Sejak 2013
Hingga saat ini, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi tambang untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat.
Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin operasi produksi sejak tahun 2013.
PT Gag Nikel adalah anak usaha PT Antam Tbk yang merupakan bagian dari holding BUMN tambang, MIND ID. Sementara PT ASP diketahui sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal China.
Untuk diketahui saja, Menteri ESDM pada tahun 2017 dijabat oleh Ignasius Jonan. Mantan Dirut KAI dan eks Menteri Perhubungan itu menjabat sebagai Menteri ESDM ke-20 pada periode 14 Oktober 2016 sampai 23 Oktober 2019 sebelum digantikan Arifin Tasrif.
Sementara itu, tiga perusahaan tambang nikel lainnya memperoleh izin bukan dari pemerintah pusat atau Kementerian ESDM.
Izin tambang nikel tiga perusahaan berasal dari pemerintah daerah (Bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013.
Berikutnya, Bupati Raja Ampat juga menerbitkan izin tambang nikel untuk PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada tahun 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada tahun 2025.