Jakarta, JurnalBabel.com – Belum lama ini Polres Bandara Soekarno-Hatta bersama Imigrasi Soekarno Hatta dan Kementerian Agama mencegah keberangkatan 10 orang yang diduga akan berangkat haji menggunakan visa ilegal.
Para penumpang yang berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini akan bertolak ke Tanah Suci menggunakan penerbangan Malindo Air tujuan Jakarta-Malaysia menggunakan visa kerja atau amil.
Arab Saudi kembali menegaskan larangan haji pakai jenis visa apa pun kecuali visa haji resmi. Jika ada pihak-pihak yang menawarkan bisa ibadah dengan visa nonhaji, dipastikan itu adalah penipuan.
Dalam siaran persnya yang diunggah di media sosial X, Sabtu (19/4/2025), Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mengimbau seluruh calon jemaah haji tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi wajib memiliki izin resmi.
Kasus pencegahan keberangkatan 10 calon jemaah haji asal Banjarmasin yang menggunakan visa kerja, serta penegasan Pemerintah Arab Saudi terkait larangan berhaji menggunakan visa selain visa haji, menuai perhatian Anggota DPR RI lintas komisi dari Fraksi PAN.
Pangeran Khairul Saleh dari Komisi XIII DPR mengatakan Keimigrasian merupakan pintu gerbang pencegahan kasus ini terjadi.
“Jangan di loloskan karena ini masalah marwah Negara yang dibawa,” kata Khairul Saleh dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/4/2025).
Ia menegaskan penggunaan visa non-haji untuk ibadah haji merupakan pelanggaran prosedur Keimigrasian yang harus ditindak tegas, baik oleh pemerintah Indonesia maupun otoritas Arab Saudi tetapi lebih baik dilakukan pencegahan agar jemaah tidak dirugikan.
“Sejak dulu saya telah lama mendorong perbaikan sistem pengawasan dan penegakan hukum pada praktik pemberangkatan jemaah haji non-prosedural, termasuk penindakan terhadap biro travel nakal yang memberangkatkan jemaah tanpa visa resmi,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tidak tergiur tawaran haji dengan visa kerja atau umrah, karena berisiko terkena sanksi hukum di luar negeri dan merugikan jemaah itu sendiri.
Sementara itu Endang Agustina dari Komisi III DPR RI, menegaskan perlunya penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang memberangkatkan jemaah secara ilegal.
“Praktik ini tidak hanya melanggar aturan keimigrasian, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat secara finansial dan spiritual,” kata Endang.
Endang meminta aparat penegak hukum untuk menindak biro travel yang terbukti melakukan pelanggaran, serta mendesak adanya perlindungan hukum bagi calon jemaah yang menjadi korban penipuan.
Selain itu, ia mendorong pemerintah untuk memperkuat sosialisasi dan pengawasan agar kasus serupa tidak terulang.
“Jemaah yang merasa dirugikan segera saja melapor ke pihak berwenang, sedari awal saat daftar dan bayar tentu harapannya mendapatkan visa haji kalau visa keluar berbeda tentu ada unsur penipuan dong? Jadi segera saja melapor,” ujarnya.
Sedangkan Sudian Noor dari Komisi VIII DPR RI menegaskan pentingnya pelaksanaan ibadah haji secara prosedural dan sesuai ketentuan pemerintah Indonesia serta Arab Saudi.
Ia menyayangkan adanya calon jemaah yang masih mencoba berangkat dengan visa kerja atau umrah, padahal sudah ada larangan tegas dari Arab Saudi bahwa hanya visa haji yang sah untuk ibadah haji.
Melihat dari kejadian tersebut, Sudian Noor meminta Kementrian Agama membentuk Siswas Gakum (Sistem Pengawasan dan Penegakan Hukum) dengan melibatkan seluruh instansi terkait seperti Imigrasi, Polri, BIN termasuk DPR RI dengan tujuan mengawasi serta memitigasi agar kejadian serupa tidak terulang dan langsung mendapatkan tindakan hukum.
Sudian Noor menambahkan agar semua pihak, terutama biro travel dan pemerintah daerah, untuk memastikan sosialisasi edukasi dan pendampingan kepada masyarakat terkait prosedur resmi haji.
Ia juga menekankan bahwa keamanan, kenyamanan, dan keselamatan jemaah menjadi prioritas utama, sehingga segala bentuk pelanggaran yang berpotensi membahayakan jemaah harus dicegah sejak awal.