Jakarta, JURNALBABEL – Presiden Joko Widodo (Jokowi) merencanakan pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, membeberkan kriteria apa saja jika Indonesia pindah ibu kota baik dari masalah infrastruktur hingga kebencanaan. Seperti apa?
Menurut Yayat, ketersediaan lahan untuk ibu kota baru menjadi salah satu faktor penting agar tidak perlu ada masalah pembebasan lahan seperti yang terjadi di Pulau Jawa. Selain itu, lokasi ibu kota disebutnya harus bebas dari bencana.
“Apakah lokasi yang ditetapkan itu nanti betul-betul bebas dari bencana asap, bebas dari bencana banjir, misalnya apakah ada sungai yang meluap. Kalau gempa okelah, tidak ada. Kemudian lokasi tersebut minimal sudah didukung dengan ketersediaan infrastruktur yang bagus,” ujar Yayat saat dihubungi, Senin (29/4/2019).
“Penting untuk transportasi. Seperti misalnya di ibu kota provinsinya sudah ada bandara misalnya skala internasional, ada pelabuhan laut yang bisa mendukung kemudahan untuk logistik dan sebagainya, tersedia jaringan jalan yang bisa mengakses lokasi itu dari berbagai lokasi daerah,” imbuhnya.
Yayat menyebutkan ibu kota baru haruslah mencerminkan wajah Indonesia di masa depan. Menurutnya, lokasi ibu kota harus bisa menjadi smart city dan layak huni.
“Lokasi itu harus menjadi sebuah wajah baru Indonesia. Yang maju, modern, smart city, livable, environment-nya juga bagus. Jadi betul-betul kota masa depan tapi tidak mengabaikan aspek kota yang nyaman dan liveable, dan layak untuk dihuni. Jangan model sekarang, di mana-mana kumuh-kumuh,” tuturnya.
Berdasarkan kriteria tersebut, Yayat mengatakan kota yang cukup representatif untuk menjadi Ibu Kota Indonesia yang baru adalah Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurutnya, penataan Kota Balikpapan sudah cukup memadai.
“Yang sekarang cukup representatif di Kalimantan itu kan kalau di Balikpapan itu ada ekonominya berupa tambang dan sebagainya. Tapi Kota Balikpapan itu pertama dari sisi penataan transportnya misalnya, kemudian dari sisi ruang terbukanya, kemudian dari sisi pelabuhannya, bandaranya, itu cukup memadai dia. Kedua, kota itu lebih tertata apik gitu,” jelas Yayat.
“Jadi menurut saya sih pertimbangan kalau sementara kota yang sudah berkembang dan representatif cukup tertata saat ini di Kalimantan Timur itu ya model Balikpapan. Tapi kan harus lebih dari Balikpapan. Jadi, kota itu tidak harus dengan menjulang itu, kota itu kaya ibu kota di Australia, Canberra gitu kan, atau Putrajaya. Orang sepi memang di situ hanya untuk bekerja. Lebih bagus lagi, lebih fokus lagi,” lanjut dia.
Lebih lanjut Yayat menjelaskan upaya pemindahan ibu kota membutuhkan waktu yang lama dan bertahap. Jika ibu kota akan dipindahkan, ia mengusulkan agar lebih memfokuskan memindahkan kementerian yang bersifat koordinatif serta lembaga-lembaga negara yang tidak terkait dengan kementerian teknis.
“Kemudian lembaga-lembaga negara non kementerian, seperti misalnya penanggulangan bencana (BNPB), BMKG, kemudian Badan SAR Nasional, atau apalah yang sifatnya tidak bersifat kepada kementerian-kementerian teknis. Jadi lebih mudah digerakkan secara bertahapnya pembangunan tersebut,” papar Yayat.
Sebelumnya, Presiden Jokowi ingin agar ibu kota negara dipindahkan di luar pulau Jawa. Sebelum memutuskan, Jokowi berbicara tentang kondisi di Pulau Jawa yang dinilai kurang tepat untuk dijadikan ibu kota negara, salah satunya di Jakarta.
Jokowi mengatakan jumlah penduduk di Pulau Jawa lebih dari separuh total jumlah penduduk di Indonesia, yakni 57 persen. Bukan hanya itu, Jokowi membahas soal kemacetan di kota-kota besar di Indonesia. (Joy)
Editor: Bobby