Jakarta, JurnalBabel.com – Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo untuk memimpin pengembangan lumbung pangan nasional pada saat kunjungan di Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020).
Menurut Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta semestinya rencana tersebut harus didahului dengan kajian yang matang. Hal ini mengingat ketahanan pangan adalah isu strategis nasional dan saat ini negara sedang terdampak pandemi. Ia mengakui situasi krisis pangan memang sudah membayang, tetapi itu jangan disikapi dengan membuat keputusan secara terburu-buru.
“Kita tentu tidak berharap ini hanya menjadi kebijakan populis seperti lahan sejuta gambut pada masa lalu namun ternyata alami kegagalan. Apalagi jika melihat dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024, pengembangan lumbung pangan selain di Jawa dan Bali diarahkan ke Sumatera dan Sulawesi. Sementara di Kalimatan dimantapkan perannya sebagai lumbug energi nasional dan paru-paru dunia. Artinya rencana pengembangan di Kalimatan ini tidak sinkron dengan rencana pembangunan nasional yang sudah ada,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/7/2020)
Wakil Ketua Fraksi PKS ini memandang ada 3 persoalan terkait rencana ini yang perlu menjadi perhatian. Pertama, pemahaman pangan sebagai unsur penting membangun ketahanan nasional bukan berarti sektor ini harus dipegang Kementerian Pertahanan.
“Ada beberapa sektor penting untuk membanguan ketahanan nasional, kan tidak berarti Kemhan mengurusi semua hal. Kementerian pertanian, Bulog, Badan Ketahan Pangan yang selama ini mengurusi soal pangan, harus dilihat sebagai satu kesatuan usaha membangun ketahanan nasional. Kemhan saya lihat sudah punya beban dan tanggung jawab yang besar terkait ketahanan nasional melalui kekuatan TNI dengan ketiga matranya,” ungkapnya.
Persoalan kedua, kebutuhan anggaran yang sangat besar berdasar keterangan Wamenhan Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut perlu biaya 68 triliun rupiah untuk kembangkan lumbung pangan. Katanya biaya ini akan didapat dari pengajuan kredit ke Bank Indonesia dalam bentuk penerbitan obligasi.
“Yang jadi soal saat ini pemerintah sedang minim pemasukan, sementara kondisi ekonomi ke depan masih belum menentu. Opsi hutang akan semakin menambah beban hutang yang sudah membengkak. Mestinya pemerintah sedapat mungkin menekan pengeluaran hanya untuk kegiatan yang penting dan mendesak,” ujarnya.
Persoalan yang ketiga, soal komoditas singkong yang akan dikembangkan di lahan yang sedang disiapkan seluas 30 ribu hektar di di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
“Saya kira lebih tepat jika Pemerintah saat ini menolong terlebih dulu para petani singkong. Berkali-kali petani alami anjloknya harga, seperti di bulan Juni kemarin harga 1 kg hanya 900 rupiah. Lebih baik pemerintah membuat pilot project industri untuk menyerap hasil panen singkong yang sudah ada, ini jelas akan menolong ribuan petani kita,” jelasnya.
Anggota DPR asal Yogyakarta ini berharap Kemhan bisa menanggapi permintaan Presiden dengan bijak.
“Saya yakin korps TNI jika diberi tugas apapun atas nama kepentingan negara, pasti bersedia tanpa keluhan sedikitpun. Namun demikian, akan lebih baik jika tiap sektor yang sudah ada dapat didorong bekerja secara profesional di bidang masing-masing. Ini juga bagian dari wujud membangun ketahanan nasional,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby