Jakarta, JurnalBabel.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka opsi mengenakan pasal pemufakatan jahat ke Jaksa Pinangki Sirna Malasari, yang merupakan tersangka kasus suap Djoko Tjandra.
Anggota Komisi III DPR, WIhadi Wiyanto menilai sah-sah saja jika Kejagung membuka opsi pasal tersebut kepada Pinangki. Namun demikian, ia menilai justru lebih tepat disangkakan kepada Pinangki adalah pasal penyuapan karena Djoko Tjandra melakukan tindakan pidana penyuapan kepada aparat negara.
“Ya kalau Kejagung menetapkan pasal pemufakatan boleh-boleh saja, tapi itu hanya menjadi pasal tambahan bukan pasal utama mengaburkan permasalahan awal yaitu penyuapan terhadap aparat negara dilakukan oleh Djoko Tjandra melalui orang-orangnya itu,” kata Wihadi saat dihubungi, Sabtu (29/8/20).
Jadi menurutnya, harus dipertegas kalau pemufakatan jahat itu mengaburkan penyuapan yang dilakukan Djoko Tjandra terhadap Jaksa Pinangki, dan ini harus dipertegas juga bahwa Djoko Tjandra memberikan langsung kepada Jaksa Pinangki tetapi melalui dua orang terdekat dia melakukan pekerjaan daripada penyuapan itu.
“Jadi, penyuapan ini bisa terjadi semua, ini memang bisa dikatakan korupsi juga karena ada penyuapan. Kalau pemufakatan jahat sekali lagi ini hanya menjadi pasal tambahan, sehingga ini memperkuat daripada pasal awalnya,” tegas Politisi Partai Gerindra ini.
Sebelumnya, Kejagung mengatakan membuka opsi mengenakan pasal pemufakatan jahat ke Jaksa Pinangki, yang merupakan tersangka kasus suap Djoko Tjandra. Kejagung mengatakan pasal tersebut juga sudah didiskusikan.
“(Pasal pemufakatan) itu sudah kita diskusikan. Tidak itu sajalah, banyak beberapa yang kita sangkakan pasal yang kita konstruksikan untuk Pinangki,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah di gedung Kejagung.
Febrie mengatakan, semua keputusan yang ditetapkan harus dilihat berdasarkan fakta. Nantinya, dari fakta-fakta yang sudah terkumpul, dapat disimpulkan pasal mana yang paling sesuai digunakan.
“Tentunya, jaksa harus melihat dari faktanya. Ketika fakta dilihat, perbuatannya dilihat, masuknya ke mana,” ujarnya.
“Sebenarnya nanti, ketika akan masuk ke tahap 1, akan kami putuskan. Ini kan tahap 1 kita harapkan juga tidak lama, secepatnya lah,” tambahnya.
Seperti diketahui, jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Djoko Tjandra. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki kemudian ditahan selama 20 hari.
Kejagung menyebut jaksa Pinangki berperan dalam pengurusan PK (peninjauan kembali) kasus Djoko Tjandra. Pinangki juga melakukan pertemuan dengan Djoko Tjandra di Malaysia bersama-sama dengan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Pertemuan itu diduga untuk keperluan koordinasi dan pengkondisian keberhasilan PK terpidana Djoko Soegiarto Tjandra dengan janji hadiah atau pemberian sebesar USD 500 ribu. Djoko Tjandra juga ditangkap polisi dan kini tengah menjalani penyidikan kasusnya, termasuk soal dugaan suap kepada sejumlah pihak.
Pinangki sebelumnya juga telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Ia di-nonjob-kan lantaran pergi ke luar negeri sebanyak sembilan kali selama 2019 tanpa izin tertulis pimpinan, salah satunya bertemu dengan Djoko Tjandra.
Pinangki sejatinya juga akan diperiksa oleh Bareskrim Polri. Namun, pada pemeriksaan pertama, Pinangki menolak diperiksa.
Rencananya, Pinangki akan diperiksa minggu depan. Namun Polri tak menjelaskan lebih lanjut mengenai di mana pemeriksaan akan dilakukan. (Bie)