Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan debat capres dan cawapres akan digelar sebanyak lima kali. Debat itu akan dibagi menjadi tiga debat capres dan dua cawapres. Namun berbeda dengan Pilpres 2019, pada debat kali ini cawapres akan didampingi pasangannya.
Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai upaya yang dilakukan oleh KPU adalah hal yang membuat rakyat tidak suka. Sebab, dengan adanya perubahan sistem atau format tersebut membuat KPU siap untuk dimusuhi masyarakat.
“Pertanyaan besarnya menurut saya adalah kenapa kemudian KPU menyediakan dirinya untuk dicaci oleh rakyat, dicaci oleh para pemilik suara. Kan itu pertanyaan besarnya, apakah memang Pemilu 2024 itu disiapkan untuk Gibran versus everybody,” kata pria yang disapa Hensat ini, Sabtu (2/12/2023).
Founder Lembaga Survei Kedai Kopi ini mengatakan, perubahan konsep debat cawapres oleh KPU ini tidak wajar dalam proses demokrasi.
“Kalau menurut saya inilah saatnya rakyat menggaungkan tagar SOS demokrasi. Kenapa demikian? karena bila penyelenggara kompetisi tidak bisa mendiskualifikasi, maka rakyat lah yang bisa mendiskualifikasi,” ujarnya.
“Saya terus terang walaupun masih menyisahkan kepercayaan kepada KPU, tapi bila kemudian terlalu gamblang dan kasat mata dipersepsikan berpihak kepada salah satu peserta,” sambungnya.
Menurut Hensat, Pemilu 2024 kecil kemungkinan tidak akan menghasilkan atau pun mendapatkan sosok pemimpin yang memang bisa membawa Indonesia lebih baik yang diinginkan oleh rakyat.
“Karena semuanya hanya skenario belaka memanfaatkan kekuasaan untuk melanjutkan program-program penguasa sebelumnya saatnya rakyat mendiskualifikasi dan menyediakan pikirannya hanya untuk dua Pasangan calon,” pungkasnya. (Bie)